SEMARANG (jatengtoday.com) – Efektivitas program kartu tani besutan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo kembali dipertanyakan. Di periode kedua jabatan Ganjar, tingkat penggunaan kartu tani hanya sebesar 16 persen.
Per 11 Desember 2018, Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng telah mendata jumlah petani Jateng sebanyak 2,876.511 orang. Sementara kartu tani yang telah tercetak sebanyak 2.429.371. Namun tingkat penggunaan kartu tani masih minim. Hanya mencapai 450.000.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng, Yuni Astuti menambahkan, pihaknya akan terus turun ke lapangan untuk menjelaskan kebermanfaatan kartu tani.
“Kartu tani sudah jalan dan memang ada ruang yang harus kita perbaiki bersama. Kita lakukan pendataan setiap tanggal 25 – 30 kita update data,” katanya pada rapat koordinasi evaluasi Kartu Tani di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Rabu (12/12/2018).
Dijelaskan, kebermanfaatan kartu tani paling inti adalah memastikan jaminan petani mendapatkan haknya sesuai dengan yang diberikan negara, yakni pupuk subsidi. Tahun ini tingkat penggunaan hanya sebanyak 16 persen dengan 1,7 transaksi. Dia yakin tahun depan akan meningkat pesat.
“Tapi yang penting kartu tani ini jalan, maka ayo pede saja, ini sesuai track yang benar. Target tahun depan penggunaan kartu tani mencapai 50 persen. Kami akan bikin roadmapnya,” katanya.
Dalam pendataan kartu tani ditemukan sejumlah data, diantaranya saat ini petani yang memiliki lahan dan tidak masuk dalam data fakir miskin sebanyak 1,524,368 (84,27 persen). Petani yang masuk dalam data fakir miskin sebanyak 145,118 (7,98 persen) dengan luas lahan 19,695,66 hektare. Sementara itu petani yang masuk dalam data miskin mencay 125.527 (6,94 persen) dengan lahan 63,796,01 hektare
“Sementara data petani lahan 1 – 2 dan masuk dalam data fakir miskin sebanyak 17,117 (0,95 persen) dengan total lahan 24,973,06 ha. Terakhir, data petani miskin dan tidak punya lahan sebanyak 753,803 (11,81 persen),” katanya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan banyak petani yang seharusnya tidak mendapatkan subsidi tapi mengambil subsidi. Ada yang lahannya lebih dari 2 hektare, setelah dikroscek dengan data kemiskinan ternyata mereka masuk miskin.
Dari evaluasi itu, pihaknya akan lebih presisi dalam mengambil keputusan. “Gara-gara kartu tani akhirnya bisa melihat produksi, sehingga nanti kebijakan kami, mana yang disubsidi mana produksinya termasuk apakah nanti impor atau tidak termasuk penanggulangan kemiskinan,” katanya.
Ganjar juga menyampaikan persoalan pupuk ini merupakan pintu masuk kebermanfaatan kartu tani. Persoalan pangan yang selama ini diperdebatkan karena minimnya data pertanian. Dia mengatakan data-data pertanian paling lengkap hanya Jateng yang punya.
“Hari ini kami berupaya memperbaiki data, siapa petaninya, berapa lahannya dan dimana?” tegasnya. (*)
editor : ricky fitriyanto