in

Di Kampung Al Quran Ini, Santri Tak Boleh Bekerja, Digembleng Khusus Hafalan Kitab Suci

SEMARANG (jatengtoday.com) – Kultur Islam masih terlihat begitu kental ketika memasuki Kampung Kauman yang terletak tak jauh dari Pasar Johar Semarang. Pemandangan santri bersarung maupun santriwati berkerudung menjadi kultur khas di setiap gang-gang kampung tersebut.

Para santri dan santriwati tersebut menghuni di sejumlah tempat menimba ilmu. Sedikitnya terdapat 16 rumah yang digunakan untuk pondok pesantren. Semua pondok pesantren tersebut dibawah naungan Yayasan Ponpes Raudhatul Qur’an, Kauman Glondong, Semarang.

Para santri merupakan pencari ilmu dari berbagai penjuru kota di Indonesia untuk menjadi penghafal Alquran, baik ‘hafidz’ dan ‘hafidzoh’. Tentu ini menjadi unik mengingat ditengah sibuknya aktivitas Kota Semarang, ternyata ada satu kampung di jantung kota yang memiliki tradisi unik.

Para penghafal Alquran itu selama menimba ilmu di Ponpes tersebut tidak diperbolehkan memiliki aktivitas lain. Termasuk tidak diperbolehkan untuk sekolah formal, maupun bekerja. Mereka secara khusus digembleng agar fokus menghafalkan Kitab Suci Alquran.

Tidak hanya para santri dan santriwati, aktivitas warga setempat juga membudayakan pendidikan Alquran sejak usia dini. Terdapat Taman Binaan Alquran, Tilawatil Quran dan tradisi-tradisi lain terkait Alquran yang dilakukan oleh masyarakat setempat.

Maka tidak salah jika lantunan ayat-ayat suci mudah sekali ditemukan saat menyambangi kampung tersebut. Kampung ini memang dikenal sebagai Kampung Alquran.

“Ada 16 rumah yang digunakan sebagai pondok pesantren penghafal Alquran,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Qur’an Kauman Semarang, Ir H Khammad Ma’sum, belum lama ini.

Dikatakan, rumah-rumah tersebut difungsikan sebagai pondok pesantren penghafal Alquran. Sistem belajar di sana juga diatur secara ketat. “Para santri yang masuk dan menghafal Alquran tidak diperbolehkan sekolah formal maupun bekerja. Mereka dipersiapkan agar fokus menghafal Alquran,” terangnya.

Rata-rata, para santri mulai masuk di Ponpes tersebut setelah lulus SMP. Diperlukan kurang lebih 4 tahun untuk bisa menghafal Alquran sebanyak 30 juz. “Setelah mampu, ujiannya adalah menghafalkan Alquran 30 juz itu di tengah permukiman dan disemak oleh masyarakat,” katanya.

Belajar ilmu Alquran telah menjadi tradisi yang dijaga di Kampung Kauman tersebut. Kampung Alquran batasnya mulai dari Masjid Kauman hingga Jalan Wahid Hasyim atau perempatan Kranggan.

“Ini sebenarnya terdiri dua kelurahan yakni Bangun Harjo dan Kauman. Namun Jalan Raya di kampung ini merupakan Jalan Kauman,” katanya.

Rumah-rumah yang digunakan pondok pesantren tersebut merupakan milik warga yang diwakafkan. Masyarakat umum juga bisa belajar Alquran di kampung ini. Tentunya nanti ada rekomendasi penempatan-penempatan.

Ponpes Raudhatul Quran berdiri sejak tahun 1952, didirikan oleh almarhum KH Turmudzi Taslim. Mulai ada santri penghafal Alquran sejak tahun 1981. Pencetak Kitab Suci Alquran Toha Putra yang tersebar di seluruh Indonesia juga berada di kampung tersebut.

“Di Ponpes ini memiliki 11 pengajar utama, 8 asisten pengajar, 11 pengajar kitab-kitab fiqih dan akhlak,” katanya.

Dengan tidak diperbolehkannya sekolah formal maupun bekerja, para santri dibekali pelatihan keahlian ilmu Teknologi Informasi (TI) bekerjasama dengan Kampus Udinus Semarang. Selain itu juga keahlian mengemudi.

“Santri penghafal Alquran ini juga memiliki kesempatan untuk bisa mendapatkan beasiswa ke jenjang kuliah. Ada tiga kampus di Semarang yang menampung beasiswa penghafal Alquran lulusan ponpes ini,” katanya. (*)

editor : ricky fitriyanto

Abdul Mughis