SEMARANG – Kalangan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang menolak penerapan Full Day School (FDS) di Kota Semarang. Mereka mendesak agar Dinas Pendidikan Kota Semarang menghentikan FDS dan mengembalikan penerapan sekolah 6 hari seminggu dan 6 jam sehari.
Penolakan itu disampaikan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) dalam Rapat Paripurna Pemandangan Umum, terhadap rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah Kota Semarang tahun anggaran 2018 di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kota Semarang, Senin (6/11).
Ketua FPKS DPRD Kota Semarang Suharsono mengatakan, pihaknya menolak setelah mengkaji penerapan sekolah 5 hari seminggu dan 8 jam per hari atau sering disebut FDS. Sebab menurutnya, dampaknya terhadap kegiatan pendidikan keagamaan dan karakter di masyarakat sangat terasa.
”Penerapan FDS dengan alasan menambah jam untuk pendidikan karakter di sekolah, justru telah mematikan kegiatan pendidikan karakter dan keagamaan yang dikelola oleh masyarakat,” jelasnya.
Politisi PKS ini menegaskan, penerapan FDS justru mematikan kegiatan pendidikan karakter dan keagamaan yang diselenggarakan masyarakat pada waktu sore hari sepulang sekolah. Seperti madrasah dan taman pendidikan al-quran.
”Anak-anak tidak ada waktu mengikuti pendidikan agama di madrasah/TPQ karena pulang sekolah sudah sore hari dan kelelahan. Akibatnya, pendidikan di madrasah/TPQ berhenti atau terganggu. Padahal mestinya pendidikan karakter di sekolah dan masyarakat harus beriringan,” tegasnya.
Menurut Suharsono, terbitnya Peraturan Presiden No 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, telah memberikan payung hukum bagi keberadaan pendidikan karakter di madrasah yang kebanyakan dikelola oleh masyarakat tersebut.
Karena itu, ia menegaskan FPKS mendesak Dinas Pendidikan agar menghentikan penerapan sistem FDS di sekolah-sekolah yang diuji coba.
“Kami minta agar Dinas Pendidikan mengembalikan penerapan sistem pembelajaran seperti semula,” pungkasnya. (andika prabowo)
Editor: Ismu Puruhito