SEMARANG (jatengtoday.com) – Sejumlah aset milik Pemkot Semarang tidak terurus. DPRD Kota Semarang menilai pengelolaan aset buruk, karena tidak memiliki bukti dokumen maupun data terhadap kejelasan status aset tersebut.
Minimnya bukti dokumen tersebut memicu munculnya kasus sengketa kepemilikan. Bahkan permasalahan aset Pemkot Semarang ini seringkali menjadi temuan di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Salah satunya aset SMA/SMK di Dinas Pendidikan Kota Semarang senilai Rp 7,6 miliar. Aset tersebut merupakan aset SMA/SMK milik Pemprov Jateng yang belum dilakukan penghapusan.
Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang, Joko Santoso, menyebut permasalahan aset Pemkot selalu menjadi temuan BPK. “Di Kota Semarang ada kurang lebih lima ribuan aset, yang bersertifikat kurang lebih hanya 1200-an aset,” bebernya, Jumat (7/8/2020).
Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Semarang sempat memberikan catatan khusus mengenai pengelolaan aset. “Banyak aset-aset Pemkot Semarang tidak terurus. Makanya, selalu terjadi sengketa antara Pemkot Semarang dengan warga,” ujarnya.
Tidak hanya aset SMA/SMK senilai Rp 7,6 miliar di Dinas Pendidikan Kota Semarang, banyak aset yang lain tidak jelas penyelesaiannya. Dia menyontohkan, lahan di Kelurahan Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara. “Di wilayah tersebut pernah dilakukan pembuatan sertifikat massal, kalau tidak salah pada 1991. Dalam pensertifikatan massal itu meliputi milik PT Pelindo, PT KAI, dan Pemkot Semarang. Karena warga Bandarharjo ini sudah menempati wilayah itu dalam kurun waktu lama. Maka dibuat panitia untuk pensertifikatan dan berhasil,” katanya.
Namun demikian, lanjut dia, hingga saat ini masih menjadi kendala, sebab sertifikat di Bandarharjo tersebut tidak bisa diapa-apakan oleh warga. “Tidak bisa diagunkan ke bank, tidak bisa jual beli, tidak bisa balik nama dan tidak bisa hak waris. Komisi A pernah memfasilitasi untuk mengurai masalah Bandarharjo itu. Yang saya sayangkan, belum tuntas sudah ditutup,” terang dia.
Joko dengan tegas menyimpulkan, bahwa secara administrasi di Pemkot Semarang ini sangat buruk. “Sebab, data-data yang dibutuhkan, baik itu pelepasan aset, SK DPRD tidak punya, SK Wali Kota sebagai tindak lanjut tidak ada. Jadi, kasihan warga. Panitia warga masih punya surat-suratnya, komplet. Saya waktu jadi pimpinan dewan pernah bertanya kepada Sekwan tidak punya. Saya telusuri lagi, tindak lanjut ini Wali Kota punya SK pelimpahan aset ke warga atau tidak, ternyata tidak ada,” imbuh dia.
Lebih lanjut, menurut Joko, seharusnya terkait dokumen maupun data aset seperti ini adalah tugas pemerintah. “Idealnya, kalau memang Pemkot Semarang merasa bahwa itu merupakan aset milik pemerintah ya disertifikatkan,” jelasnya.
Contoh lain, kata Joko, kasus aset Lapangan Golf Manyaran Indah yang lepas. Dia menyayangkan masalah seperti itu terjadi. “Memang, menangani masalah aset ini tidak menarik dipublish bagi kepala daerah. Sebab, kepala daerah adalah jabatan politis. Tidak menarik karena berbenturan dengan warga,” kata dia.
Kepala Bidang Aset Daerah Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Semarang Tanto, dikonfirmasi mengenai permasalahan aset di Kota Semarang belum bisa menjelaskan secara rinci. Ia meminta waktu agar bisa menjelaskan lebih rinci.
“Terkait aset SMA/SMK di Dinas Pendidikan Kota Semarang senilai Rp 7,6 miliar itu sudah selesai. Sudah diserahkan semua, kalau tidak ya audit BPK jadi temuan,” katanya. (*)
editor: ricky fitriyanto