Pada dasarnya, semua orang cenderung memilih berbohong sebagai mekanisme pertahanan-diri (self-defence mechanism). Ini yang membuat orang “harus” berbohong atau “merasa tidak berbohong”.
Seorang ibu berbohong agar anaknya tidak menangis. Seorang suami berbohong agar istrinya tidak selalu bertanya dengan mengerti semua detail tentang dirinya. Seorang kawan berbohong bahwa dirinya tidak keberatan menjemput, demi pertemanan baik.
Kebohongan masih “baik” selagi dalam keadaan dan kapasitas tertentu. Tidak merugikan pihak lain. Beda lagi dengan yang dilakukan pembohong profesional.
Pembohong profesional lebih sering menganggap kebohongan bukan kebohongan, harus dilakukan, atau tidak menyadari kalau ia sedang berbohong.
Berapa umurmu? Apakah kamu sudah adil terhadap kawanmu? Apa yang paling kamu kejar dalam hidup? Siapa yang paling kamu cinta di dunia ini? Apapun jawabanmu pada pertanyaan, yang membutuhkan analisis panjang itu, hasilnya 99% kebohongan.
Kebanyakan orang terbagi menjadi 3 kelompok, berdasarkan cara mereka memperlakukan fakta:
- Penyaji data,
- Pencerita (storyteller), atau
- Pembohong.
Yang terbanyak: pembohong. Kamu berbohong ketika ditanya apa yang terjadi padamu setahun yang lalu? Siapa artis -paling cantik- di Indonesia? Berapa sebaiknya gaji guru SD di Indonesia? Semua pertanyaan dalam contoh itu, memerlukan analisis dan jawaban kualitatif. Bisa dipastikan, semua jawabannya berisi kebohongan.
Apa yang terjadi jika kita tidak bisa mendeteksi kebohongan orang?
Kita menjadi orang yang dengan mudah akan memuji orang lain, mendukung orang lain, hanya dari penampilan dan caranya berkata-kata. Kita menjadi pasukan sukarela yang hanya mengangguk, mengganggap semuanya baik-baik saja, tanpa bisa menyingkap ada apa di balik ini. Perusahaan asuransi akan rugi ratusan milyar per bulan kalau tidak bisa mendeteksi kebohongan di balik suatu klaim asuransi. Penegak hukum akan kerepotan menentukan siapa yang bersalah.
Dengan apa kita mendeteksi kebohongan? Bukan dengan bahasa tubuh, bukan dengan “mind reading” (membaca pikiran orang). Tidak. Itu bukan konsep utama dalam mendeteksi kebohongan. Ada cara yang lebih ilmiah dan bisa dipertanggungjawabkan hasilnya.
Kalau kamu selesai membaca tulisan ini, kamu akan tahu apakah seorang selebritas yang menangis di video dan politisi yang berjanji akan melakukan perubahan, pembohong atau tidak.
Saya tidak berikan contoh. Saya akan berikan panduan dasar dalam mendeteksi kebohongan.
Kamu tidak bisa mendeteksi kebohongan hanya dengan bahasa tubuh. Ketika chat WhatsApp (bukan video call), kita tidak bisa lihat bahasa tubuh lawan-bicara. Ketika membaca pernyataan di berita, kita tidak bisa lihat, bagaimana orang ini bergerak dan berkata. Metode membaca “bahasa tubuh” tidak ampuh.
Seseorang yang sudah terlatih “acting“, bisa mengelabui orang dengan mudah. Orang yang tidak pernah masuk ke kantor polisi, misalnya, akan keder ketika menghadapi pertanyaan dan bahasa tubuhnya “kacau”. Interogator yang pintar tidak hanya membaca bahasa tubuh ketika bertanya. Bahasa tubuh justru sering menipu dan dimanfaatkan para pembohong.
Termasuk “mind reader“. Kita sering melihat di film atau orang yang percaya pada konsep bahwa kalimat tertentu mencerminkan pikiran tertentu, sehingga psikis seseorang bisa dibaca orang lain. Jangan percaya konsep “mind reader”.
Dari mana datangnya “mind reader”? Konsep ini menganggap, seseorang bisa membaca pikiran orang lain, berdasarkan: bahasa tubuh, pilihan kata, dan pengalaman yang dimiliki pembaca pikiran, dikaitkan dengan preferensi personalitas orang yang diteorikan oleh psikologi dan agama.
Kalau preferensi personalitas yang dipakai salah, sudah pasti pembacaannya salah.
Contoh: “rambut lurus-kaku” diartikan orangnya sulit diubah pendapatnya; jari-jari gemetaran diartikan berbohong; menyukai bentuk lingkaran berarti orangnya menyukai integritas. Ketika kamu belajar neurolanguage, kamu mempelajari cara kerja pikiran dan bagaimana kata-kata terbentuk, apa yang paling membuat orang mau bertindak atau terpengaruh.
Atau orang yang percaya pada primbon, yang berisi kompilasi “hari baik”, pembacaan sifat berdasarkan tampilan fisik seseorang, merasa bisa membaca karakter seseorang. Itu bisa dimanipulasi dengan mudah kalau mengerti bagaimana cara mereka percaya.
Baca: Cara Agen FBI Prediksi Perilaku Orang
Gunakan pengukur berikut ini, dalam mendeteksi kebohongan:
- Menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.
- Tidak langsung menjawab, memberikan jeda. Kadang menyampaikan alasan, sedang melakukan ini dan itu.
- Tidak detail, tidak memberikan informasi khusus. Banyak bicara, berani bicara, tetapi terkait hal-hal biasa, tidak berhubungan dengan hal-hal yang kamu katakan.
- Sering secara eksplisit menyatakan bahwa dia jujur. Misalnya, “Masak sih, saya berbohong.”.
- Lambat dalam menjelaskan sesuatu. Sengaja membuat jeda untuk “mengarang” pernyataan.
- Menjawab secara formal. Misalnya: “Saya bekerja seperti biasanya. Tidak ada yang mencurigakan.”.
- Menjawab dengan detail, sesuatu yang tidak berkaitan dengan pertanyaan utama. Misalnya, kamu bertanya tentang “Tadi malam di mana?”. Ini pertanyaan tentang tempat. Ia menjawab, “Tadi malam, saya nonton bola. Pertandingannya seru sekali. Pertama saya menjagokan Inggris, karena Inggris mainnya bagus. Ternyata..”.
- Penjelasannya terpotong-potong.
- Tidak kronologis. Jika fakta yang ia sampaikan kita kumpulkan kemudian kita buat timeline, hasilnya kacau.
- Buka jika topik pembicaraan beralih, atau sengaja mengalihkan topik pembicaraan.
- Sulit menjawab pertanyaan spontan. Itu sebabnya, memberi cecaran pertanyaan spontan, akan membuat pembohong segera beralih.
Bedakan antara “Jujur” dan “Terbuka”
Jujur itu benar-sebagian, tetapi tidak menampilkan gambar-besar.
Misalnya, seorang lelaki beli rokok di luar, kemudian bermain game selama 2 jam di warung kopi. Istrinya yang galak, bertanya, “Dari beli rokok.”. Dia jujur, tetapi tidak menjelaskan peristiwa bermain game selama 2 jam di warung kopi, yang mungkin tidak disukai istrinya.
Mata dan Pertanyaan Spontan
Bahasa mata, paling bisa dipercaya di antara bahasa tubuh, namun perlu latihan untuk mengenal kebohongan melalui mata.
Apa ciri-ciri kebohongan yang ditunjukkan dari mata?
- Setelah menjawab pertanyaan, ia berkedip. Lihat di kehidupan nyata dan film, setiap selesai menjawab kemudian berkedip, biasanya terjadi kebohongan.
- Ketika menjawab pertanyaan sederhana, bola mata bergerak ke kanan. Ini “kanan” bagi Si Pembicara. Otak kanan biasa untuk melakukan kalkulasi rasional, analisis, dan “matematika”. Artinya, dia “berpikir” sebelum menjawab. Pertanyaan tentang apa makanan kesukaan kita, tidak perlu dipikirkan panjang, karena setiap hari kita makan.
Cara paling mudah dalam mendeteksi kebohongan adalah memeriksa kontradiksi fakta, antara jawaban yang satu dengan yang lain.
Sebagaimana berbohong, untuk mendeteksi kebohongan, kamu perlu latihan. [dm]