Desa identik dengan suatu wilayah yang tertinggal oleh pembangunan. Bahkan 60% penduduk miskin di Indonesia tinggal di desa. Penyebabnya sebagian besar pemuda yang dimiliki oleh desa, merantau ke kota untuk mendapatkan rejeki yang lebih daripada di desa di mana dia tinggal.
Mengapa bisa terjadi? Pembangunan top down membuat desa sering ditinggalkan.
Pemerintah desa adalah penyelenggara kegiatan statistik di wilayahnya masing-masing. Dengan perannya sebagai wilayah terkecil desa selayaknya tidak lagi menjadi obyek pembangunan melainkan sebagai subyek pembangunan. Karena desa lebih memahami kondisi dan karakteristik wilayah dan masyarakatnya.
Urgensi reformasi manajemen data desa didorong untuk dapat memberi dampak positif dalam usaha penurunan kemiskinan, stunting, dan berbagai permasalahan lain terkait sumber daya manusia dan ketahanan ekonomi, seperti yang ada dalam tujuh belas tujuan pembangunan berkelanjutan yang dilokalkan menjadi SDGs Village atau SDGs Desa.
Tata Kelola Satu Data Desa
Desa adalah ujung tombak pemerintahan sekaligus narasumber data untuk ragam kebijakan. Segala kebijakan dan bantuan turun ke desa baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Paradoksnya, pemerintah desa sebagian besar tak berpedoman pada data dalam membangun wilayahnya. Situasi ini menyebabkan pembangunan tidak efektif. Belum ada tata-kelola data yang baik di desa membuat bantuan sering tumpang tindih dan tidak tepat sasaran.
Penyelenggaraan “satu data dari desa”, sejalan dengan penyediaan sistem informasi desa, sebagaimana amanat Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi penyelenggara statistik sektoral seperti diamanatkan Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia (SDI).
Untuk merealisasikan ini perlu dua langkah besar. Pertama kesiapan pembinaan statistik sektoral untuk membangun tata kelola data desa dan kedua penyelenggaraan infrastruktur teknologi informasi (TI) dan kesiapan SDM pengelola.
Pertama, tata kelola data penting untuk sebagai pondasi pembangunan.
Mengingat beragamnya data dari berbagai instansi yang ada di desa. BPS sebagai pembina statistik sektoral bekerja sama dengan pemerintah daerah dapat mengawali pembinaan pengelolaan data di tingkat desa. Berbagai macam data bisa menjadi amunisi untuk memadukan satu data dengan pilihan program yang ingin dicapai oleh desa. Pelaksanaan satu data dari desa perlu bertahap dan dipetakan indikator apa saja yang dapat dikelola di tingkat desa.
Pemda bersama BPS perlu menyatukan pandangan terkait metadata dan standar data. Prinsip ini diperlukan untuk mendapatkan kesinambungan data. Membuat jembatan indikator pembangunan yang tumpang tindih di desa dengan melakukan pemutakhiran secara berkala baik data individu maupun data kewilayahan.
Pada data individu, data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS), data Sistem Informasi Pembangunan Barbasis Masyarakat (SIPBM) hingga data sensus dari Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) dapat dijembatani melalui Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Pada data kewilayahan seperti profil desa/kelurahan, podes, Indeks Desa Membangun (IDM), dapat dijembatani melalui kode wilayah kerja statistik (wilkerstat). Ini akan menambah khazanah data wilayah di desa untuk pembangunan infrastruktur.
Kedua, percepatan dukungan TI dan pemenuhan SDM di desa.
Saat ini infrastruktur TI dan SDM mumpuni belum merata semua desa. Hasil pemutakhiran potensi desa (podes) oleh BPS tahun 2021 menunjukkan di Kabupaten Tegal masih ada 61,88% kepala desa berpendidikan SMA atau SMP. Sedangkan Sekretaris Desa yang berpendidikan SMA atau SMP masih 66,78%. Untuk fasilitas TI desa yang ada di Kabupaten Tegal menggunakan PC/komputer 99,68 persen dan 97,21 mempunyai fasilitas internet yang berfungsi. Ini menjadi potensi sebagai sarana dan prasarana tata kelola satu data desa.
Satu Data Desa dengan Desa Cantik
Untuk memulai pembinaan satu data desa diperlukan program untuk meningkatkan literasi statistik dan kapasitas statistik kepada aparat desa . Desa Cantik atau Desa Cinta Statistik merupakan sebuah upaya quick win yang dikembangkan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk penguatan tata kelola pemerintahan desa khususnya dalam hal pembinaan dalam hal pengelolaan data statistik.
Program Desa Cantik ini melibatkan beberapa perangkat daerah terkait dan mitra pembangunan. Dengan kolaborasi data yang dimiliki untuk dikompilasi dalam satu portal Desa Cantik. Pemerintah Desa sebagai pengampu sektor akan memperkaya informasi dengan data tentang desa yang dibantu oleh mitra pembangunan pemerintah desa.
Program Desa Cantik menjadi sarana meningkatkan kapasitas desa dalam mengidentifikasi kebutuhan data dan potensi yang dimiliki desa sekaligus mendukung Satu Data Indonesia di level desa. Dampaknya dengan data yang terkelola segala bantuan yang ditujukan ke desa tepat sasaran. Kemiskinan desa yang menjadi PR pemerintah pusat dapat dieliminasi dengan baik. [dds]
*) Diana Dwi Susanti adalah Statistik Madya BPS Kabupaten Tegal.