SEMARANG (jatengtoday.com) – Ratusan warga Kampung Cebolok, Kelurahan Sambirejo, Gayamsari, Kota Semarang yang merupakan korban penggusuran pada Selasa 18 Februari 2021 silam, hingga saat ini masih telantar dan menderita.
Sejak kampung dan rumah yang mereka tempati rata dengan tanah untuk dijadikan kawasan perumahan, mereka tinggal menyebar. Ada yang tinggal di makam, tepi rel kereta api hingga tempat penampungan gratis yang disediakan relawan. Sejauh ini, pemerintah terkesan “cuek” dan membiarkan tanpa solusi secara bijak.
Rabu (23/3/2022), puluhan warga Cebolok menggeruduk kantor Balai Kota Semarang untuk meminta perlindungan negara. Hingga saat ini, persoalan pembayaran ganti rugi pun belum tuntas.
Heri Satmoko Kuasa Pendamping Warga Cebolok Kota Semarang mengatakan, keperluan warga mendatangi Balai Kota Semarang adalah menindaklanjuti hasil mediasi yang telah beberapa kali dilakukan.
“Dalam hal ini, Wali Kota Semarang menugaskan Assisten 1 untuk menjembatani tuntutan warga Cebolok terkait kasus pengrusakan dan penganiayaan terhadap warga Cebolok pada 18 Februari 2021, yang dilakukan oleh pengusaha properti PT Mutiara Arteri Regency,” ungkap Heri.
Hasil mediasi disepakati bahwa akan dilakukan pemberian tambahan ganti rugi dan pemberian ganti rugi bagi warga yang sama sekali belum menerima.
“Namun ada sesuatu hal, yakni pihak mereka meminta bahwa semua warga harus menerima ganti rugi tersebut. Padahal situasi semacam ini, warga ada dua pendapat berbeda. Ada yang bersedia menerima dan ada yang tidak mau menerima ganti rugi tersebut. Kami tidak bisa memaksa semua warga menerima,” katanya.
Pertemuan hari ini, kata Heri, difasilitasi oleh Assisten 1, akhirnya pihak mereka mau memahami situasi dan menerima. Artinya, tidak harus mensyaratkan semua warga menerima ganti rugi. “Namun karena kuasa hukum mereka saat ini tidak bisa hadir dengan alasan ada kegiatan di Sragen, maka rencana pemberian ganti rugi tambahan dan ganti rugi bagi yang belum menerima ini ditunda pada Jumat mendatang,” katanya.
Heri menjelaskan pemberian tambahan ganti rugi ini masih jauh dari yang diharapkan warga Cebolok.
“Karena pengajuan warga berdasarkan tiga komponen, yakni pertama, berdasarkan tuntutan atas kerusakan bangunan rumah. Kedua, tuntutan atas isi rumah yang dirusak. Ketiga, tuntutan ganti rugi atas pemukulan terhadap warga Cebolok oleh pengembang pada saat peristiwa itu terjadi,” bebernya.
Sehingga berdasarkan tiga komponen itu, maka tuntutan ganti rugi warga Cebolok berkisar kurang lebih Rp 100 juta. Namun realisasinya, jauh dari nilai tersebut.
Bahkan pada ganti rugi pertama, ada kesimpangsiuran. “Berdasarkan informasi yang kami terima saat audiensi bersama Wali Kota Semarang, plafon ganti ruginya Rp 30 juta. Tapi praktik di lapangan, tidak sesuai dengan nilai itu. Ada warga yang hanya menerima Rp 2,5 juta, Rp 3 juta, Rp 4 juta, dan paling banyak Rp 20 juta,” katanya.
Sedangkan untuk tambahan ganti rugi ini nilainya Rp 5 juta. “Mengapa warga menerima? karena Pemkot Semarang dalam mediasi juga menjanjikan kepedulian untuk menyediakan relokasi tempat tinggal,” terangnya.
Jumlah warga Cebolok yang menjadi korban penggusuran kurang lebih 209 KK. “Dari jumlah tersebut yang memberi kuasa kepada kami ada 96 warga,” ujarnya.
Dikatakannya, polemik di Cebolok ini sebetulnya memuat dua kasus besar. Pertama, kasus perbuatan melawan hukum pengrusakan dan penganiayaan terhadap warga Cebolok. “Kedua, kasus dugaan mafia tanah Cebolok yang berasal dari tanah wakaf. Ini dua kasus berbeda,” katanya.
Dampak dari penggusuran tersebut, lanjut dia, warga menjadi telantar hingga saat ini. “Mereka sekarang tidak punya tempat tinggal. Ada yang tidur di makam, di tepi rel kereta api, penampungan kos-kosan gratis yang disediakan komunitas relawan,” ujar dia.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak Wali Kota Semarang, untuk memperhatikan permasalahan warga Cebolok. “Sesuai Undang-Undang (UU), negara harus hadir untuk melindungi masyarakat sesuai prinsip keadilan,” terangnya.
Salah satu warga, Novi, mengatakan kondisi warga Cebolok hingga saat ini sangat memprihatinkan. “Wali kota harus turut bertanggungjawab melindungi warga Cebolok. Sekarang ini warga berpencar dan telantar. Tidak ada tempat tinggal,” katanya.
Dia berharap agar permasalahan warga Cebolok segera selesai. “Kami sendiri sudah lelah. Kami butuh tempat tinggal. Butuh biaya hidup, pendidikan anak terganggu dan lain sebagainya,” ujarnya. (*)