YOGYAKARTA (jatengtoday.com) – Para pekerja yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI), berbagai serikat pekerja, dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta turun ke jalan untuk memperingati Hari Buruh Internasional atau dikenal May Day pada Senin, 1 Mei 2023.
Mereka merefleksikan betapa kondisi buruh di Yogyakarta hingga kini masih sangat menyedihkan. Buruh menjadi kaum tertindas yang diabaikan hak-haknya oleh pemerintah. Alih-alih memperbaiki kondisi buruh dari keterpurukan, justru berbagai kebijakan pemerintah yang muncul malah memperburuk kondisi.

Buktinya, upah buruh di DI Yogyakarta semakin jauh dari harapan. Sebut saja Kota Yogyakarta yang menjadi daerah dengan UMK 2023 tertinggi—hanya bertahan di angka Rp 2.324.775,51. Ini cukup tertinggal dari Jawa Tengah, yang mencatat Kota Semarang sebagai wilayah dengan tingkat UMK tertinggi, yaitu Rp 3.060.348,78.
Beda lagi Surabaya yang jauh lebih baik dengan angka UMK tertinggi di Jatim, yaitu Rp 4.525.479,19. Sedangkan Jawa Barat memiliki UMK tertinggi 2023 yakni Kabupaten Karawang yang mencapai Rp 5.176.179,07.
Sekjen DPD KSPSI, Irysad Ade Irawan mendesak Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk menaikkan upah buruh di Yogyakarta yang jauh tertinggal dengan kota lain di Pulau Jawa.
“Berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) 2023 di Yogyakarta di kisaran Rp 4 juta. Maka Gubernur DIY harus menaikkan upah buruh hingga 50 persen. Bayangkan, hidup layak Rp 4 juta, sementara UMK Yogyakarta (2023) Rp 2 juta,” katanya.
BACA JUGA: Bawa 20 Bus, Ribuan Buruh KSPN Jawa Tengah Bersiap Aksi di Jakarta
Dampak dari upah buruh yang tidak layak ini, lanjut Irsyad, maka hampir semua buruh di Yogyakarta tidak mampu membeli tanah dan rumah. “Mestinya Gubernur DIY membikin perumahan buruh menggunakan tanah Sultan Ground maupun Pakualaman Ground,” katanya.

Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY, Kirnadi mengatakan keterpurukan kondisi buruh saat ini tidak terlepas dari adanya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. “Maka dari itu, kami mendesak pemerintah mencabut UU Cipta Kerja yang menjadi malapetaka bagi buruh ini,” katanya.
Selain itu, para buruh juga mendesak pemerintah mencabut Permenaker Nomor 5 Tahun 2023. Tolak union busting, yakni pemberangusan paksa serikat buruh yang seringkali dilakukan oleh perusahaan untuk menghentikan aktivitas serikat pekerja.
“Naikkan upah 50 persen, perumahan buruh, dan sahkan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT),” katanya.

Salah satu orator dari Pemuda Jogja, Reyhan Majid menggelegar saat menyampaikan aspirasinya. “Kelas buruh adalah kelas tertindas. Buruh selalu diletakkan dalam posisi yang tidak menguntungkan. Upah yang murah, kondisi kerja yang tidak layak, semua itu terjadi tanpa ada keseriusan negara untuk melindungi buruh,” ujarnya di atas mobil komando.
Dia mengingatkan, peradaban sosial, ekonomi, politik, yang bisa dilihat saat ini tidak terlepas dari peran buruh. “Gedung-gedung yang dibangun, infrastruktur, benteng-bentang Belanda, jalan yang kalian injak, baju, sepatu yang kalian pakai adalah kerja yang dilakukan buruh, kawan-kawan,” katanya.
Namun, buruh menjadi garda paling depan dalam ekonomi, politik, sosial, tapi justru berada di bawah piramida yang tidak menguntungkan. “Ditindas, diberi UU yang mempersempit gerak, diberangus, diancam PHK dan sebagainya. Oleh sebab itu, buruh harus berdaulat. Buruh harus mendapatkan hak-haknya. Hari ini kita turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi kita,” tegas dia.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta Januardi Husein yang turut bergabung dengan massa buruh mengatakan bahwa jurnalis dan pekerja media menjadi bagian dari buruh. Bahkan, masih banyak jurnalis dan pekerja media yang selama ini tidak mendapatkan gaji layak.
“Kami digaji dengan upah yang tidak menentu,” katanya.
BACA JUGA: Awasi Media Nakal, AJI Yogyakarta Buka Posko Pengaduan THR Pekerja Media
Dikatakannya, jurnalis tidak boleh dipisahkan dari gerakan rakyat. Sebab, jurnalis harus hadir membela kepentingan rakyat, memperjuangkan hak pekerja, dan memperjuangkan demokrasi. “Kami bersama buruh untuk mengawal demokrasi kita agar menjadi lebih baik,” katanya.
Sebelumnya, massa memulai aksi kurang lebih pukul 10.30 WIB dari Tugu Yogyakarta kemudian melakukan long march diiringi rombongan Bergodo melewati Jalan Malioboro menuju titik Nol Kilometer Kota Yogyakarta. (*)