BEIRUT (jatengtoday.com) – Korban jiwa akibat ledakan pada Selasa (4/8) di gudang raksasa di Beirut, Lebanon, bertambah menjadi sedikitnya 135 orang. Kelompok Bank Dunia siap mengkaji kerusakan dan kebutuhan Lebanon untuk memulihkan diri pasca-ledakan.
Sejumlah tim penyelamat negara itu pada Rabu (5/8) mengangkat jasad-jasad dari reruntuhan serta terus melakukan pencarian terhadap para warga yang hilang di antara gedung-gedung yang roboh.
Menteri Kesehatan Hamad Hassan mengatakan lebih dari 5.000 orang cedera dalam ledakan di Pelabuhan Beirut itu. Hassan menyebutkan puluhan ribu orang masih hilang.
Selain itu, kata Hassan, sekitar 250.000 orang kehilangan tempat tinggal setelah beberapa ledakan susulan mengguncang banyak bangunan hingga berbagai perabotan terlempar ke jalanan dan pecahan kaca-kaca jendela berhamburan. Jumlah korban tewas akibat ledakan diperkirakan akan terus meningkat.
Sementara itu, Perdana Menteri Hassan Diab telah menyatakan keadaan berkabung selama tiga hari mulai Kamis. Beberapa pejabat mengatakan ledakan itu terjadi akibat timbunan bahan peledak yang sangat berbahaya disimpan selama bertahun-tahun dalam lingkungan yang tidak aman di pelabuhan itu.
Bantuan Bank Dunia
Pada Rabu (5/8) Bank Dunia mengatakan akan membantu menggalang dana publik dan swasta untuk mendanai pembangunan kembali dan pemulihan.
Melalui pernyataan, Bank Dunia mengatakan pihaknya juga akan bersedia memprogram kembali sumber-sumber yang ada saat ini serta mencarikan dana tambahan untuk mendukung pembangunan kembali kehidupan masyarakat yang terdampak oleh bencana ini.
Bank tersebut tidak menunjukkan sumber daya mana yang dapat dialihkan untuk upaya pemulihan pascaledakan.
Pada Juni, lembaga pemberi pinjaman pembangunan multilateral itu mengumumkan akan mengalokasikan kembali 40 juta dolar AS (sekitar Rp 580 miliar) dari program kesehatan saat ini senilai 120 juta dolar (sekitar Rp 1,7 triliun) bagi Lebanon untuk membantu negara itu memerangi pandemi virus corona.
Pada Rabu, juga tidak ada kejelasan apakah bencana itu akan mengubah negosiasi alot Lebanon dengan Dana Moneter Internasional (IMF).
IMF dan Lebanon sejak Mei telah mencoba menyusun paket dana talangan lebih luas untuk membendung krisis keuangan, yang dipandang sebagai ancaman terbesar bagi stabilitas negara itu sejak perang saudara 1975-90.
Perundingan tersebut macet di tengah ketidaksepakatan mengenai skala kerugian finansial dalam sistem perbankan Lebanon.
Ancaman Krisis Pangan
Sebuah gudang padi-padian di pelabuhan Beirut ikut rusak akibat ledakan masif yang terjadi di sana pada Selasa (4/8), sehingga Lebanon saat ini hanya mempunyai persediaan yang cukup untuk waktu kurang dari sebulan.
Hal itu disampaikan oleh Menteri Ekonomi Raoul Nehme kepada Reuters pada Rabu, sekalipun ia juga menyebut bahwa kapal pengangkut pasokan padi-padian sedang dalam perjalanan menuju Lebanon.
Nehme mengatakan bahwa Lebanon membutuhkan persediaan padi-padian setidaknya untuk waktu tiga bulan sebagai jaminan keamanan pangan, dan pemerintah sudah mencari tempat penampungan persediaan lainnya.
Ledakan yang berpusat di sebuah gudang dan sejauh ini disebutkan berasal dari 2.750 ton amonium nitrat tersebut meluluhlantakkan distrik pelabuhan dan kawasan sekitarnya, serta melumpuhkan portal masuk utama untuk impor sumber pangan di negara berpenduduk enam juta orang lebih itu.
Dalam pernyataan kepada surat kabar lokal, ketua serikat importir gandum, Ahmed Hattit, menyebut ketika terjadi ledakan, silo di Beirut menampung tidak lebih dari 15.000 ton gandum karena sejumlah pengelola penggilingan telah membongkar langsung gandum impor yang datang.
Hattit menambahkan bahwa persediaan tepung yang tersisa saat ini cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar selama satu setengah bulan, dan ada empat kapal kargo yang mengangkut total 28.000 ton gandum yang sedang dalam perjalanan. (ant/rtr)
editor : tri wuryono