in

Creative Agency Kamu Bermasalah

Begini cara mendeteksi masalah kreatif dalam creative agency.

Hari itu suatu creative agency meminta saya mengurai masalah. Keluhan mereka, “Kami dalam kondisi di antara mencari job dan ingin beda dari yang lain.”.

Kemudian selama sehari saya berbincang-bincang dan mendalami situasi. Saya tidak ingin perbincangan itu formal. Saya menyukai perbincangan dan seni mengamati.

Pertanyaan untuk Creative Agency

Saya sampaikan pertanyaan dalam bentuk clustering. Sampaikan satu pertanyaan, berikan selingan, kemudian berikan pertanyaan dengan topik yang sama dengan sebelumnya. Mereka tidak tahu, saya sedang mengumpulkan data.

Siapa yang mendesain interior ruangan ini?

Saya ingin tahu, apakah ruang yang mereka pakai ini hasil “pekerjaan kolaborasi pertama” mereka, di mana semua orang punya peran boleh ikut mendesain, ataukah ditentukan dan tinggal menempati. Saya membedakan “ruang” dan “tempat”. Ruang bisa berubah. Suatu tempat yang sekarang kita pakai untuk ngopi, bisa menjadi ruang rapat atau ruang lobi, tergantung perlakukan manusia di tempat itu. Ruang yang tidak nyaman menciptakan suasana kerja penuh tekanan.

Selain itu, saya ingin tahu, apakah orang-orang ini sudah memiliki sistem bekerja dari-jauh (remote working) atau belum.

diagram bekerja dari jauh menurut matt mullenweg
Remote working versi Matt Mullenweg. Bukan sekadar bekerja dari jauh. (Credit: ma.tt)

Kalau salah satu orang di sini saya culik, siapa yang tidak boleh saya culik?

Saya ingin mendeteksi, apakah tim kreatif memiliki sinergi dalam proses kreatif ataukah tidak. Ini pertanyaan sarkas. Saya sering melihat suatu lembaga didominasi oleh seseorang, kemudian saya mengajukan pertanyaan, ” Apa yang terjadi kalau orang itu hilang dari lembaga kamu?”.

Creative agency sebaiknya mengandalkan desentralisasi kekuasaan. Bukan distribusi yang memusat dan tunggal. Kalau nanti berhadapan dengan klien yang dianggap berpengaruh, punya uang, bisa jadi mereka akan inferior dan diperlakukan sebagai “anak buah” atau “orang saya”. Menjadi tidak kreatif lagi.

Kalau saya menuliskan 3 pekerjaan selain pekerjaan kreatif dan kamu harus memilih salah satu, untuk kalian kerjakan selama 6 bulan, pekerjaan apakah itu?

Rata-rata, mereka menceritakan “pengalaman sebelum bekerja di sini”. Bukan itu masalahnya. Pertanyaan di atas, sama dengan pertanyaan, “Benarkah kamu sangat menyukai pekerjaan ini?”. Kalau iya, bagus.

Kalau iya dan harus pekerjaan ini, saya berikan tanda tanya besar.

Saya harus mendeteksi, apakah orang-orang ini menyukai zona nyaman? Saya sering bertemu dengan orang-orang yang menyebut diri mereka kreatif, seperti seniman, fotografer, desainer, pemusik, namun mereka tidak berani keluar dari zona nyaman. Dalam pilihan yang lebih keras, mereka tidak berani ganti profesi. Mereka langsung bilang, “Itu bukan dunia saya. Sejak dulu saya ingin bekerja seperti ini.”. Bukan itu point yang mau saya deteksi.

Pekerja kreatif dituntut untuk selalu belajar, memiliki empati, memahami dunia orang lain. Kalau tidak pernah memasuki pasar tradisional, dia tidak bisa membuat cerita original tentang pasar tradisional. Singkatnya, coba selami dunia orang lain, agar kamu tidak melihat mereka sebagai ” obyek”, “pemesan”, atau “orang lain”. Tanpa menyelami dunia orang lain, kamu tidak bisa berkata, “Saya mengerti masalahmu dan punya solusi terbaik”.

Dalam 3 tahun ke depan, creative agency ini akan seperti apa?

Ini pertanyaan tentang “mimpi bersama”. Saya ingin mendeteksi, apakah orang-orang ini benar-benar memiliki horizon yang sama dengan kawan di sebelahnya. Apakah ia melihat batas yang ingin mereka capai di kapal yang sama?

Pekerjaan apa yang kamu ingin ulangi kembali?

Ini sama dengan, “Apakah creative agency ini pernah — sekali atau beberapa kali — mendapatkan job menyenangkan? Mungkin dari situ akan ada pola yang bisa diulang, penggalian lebih dalam, menemukan klien yang lebih potensial, dst.

Apa yang kamu pelajari hari ini?

Hirarki kebutuhan, ternyata bukan buatan Abraham Maslow. Bahasa Inggris punya kamus paling tebal yang dibuat berdasarkan prinsip sejarah. Layout bisa diajarkan dengan sangat cepat kalau orang tahu prinsip grid Kurt Westner. Saya bisa melihat backlink kompetitor tanpa layanan berbayar.

Setiap hari, banyak keahlian dan microlearning yang bisa kamu pelajari. Sayangnya, ini belum tentu menjadi budaya di dalam suatu creative agency.

Ada banyak pertanyaan lain. Saya catat jawaban mereka di FiiNote. Tugas saya menemukan, apa penyebab creative agency ini kurang kreatif.

Penyebab Creative Agency Ini Mengalami Masalah

Apa yang menyebabkan creative agency ini mengalami masalah kreativitas?

Menyelesaikan Masalah Berat

Yang kita tahu itu tidak bisa diselesaikan.

Yang harus kamu ingat: fokus energi kamu mau ke mana? Apakah mau mencari job atau mencari klien potensial? Apakah mau memperkuat sumber daya atau mau mengidentifikasi potensi?

Membuat semua orang puas, tidak bisa kamu selesaikan. Membayar 10 ribu untuk mendapatkan 1 sepeda motor, tanpa perjudian, tidak bisa kamu selesaikan.

Tidak semua masalah bisa diselesaikan, dalam waktu singkat. Kamu butuh strategi, taktik, sumberdaya, dan waktu.

Kapan suatu masalah bisa dianggap sebagai masalah berat?

Masalah itu “berat”, jika: terlalu banyak variable, faktor penentu, melibatkan penentu kebijakan yang tidak tahu dunia pekerjaan kamu, dan struktur biaya besar.

Kamu bisa memperbaiki desain di kantor pelayanan publik, tetapi tidak bisa mengatasi antrian panjang.

Kamu bisa menyajikan event dengan kualitas bagus, tetapi tidak bisa membuat semua orang bisa bikin event.

Pikirkan efisiensi, efektivitas, “faster and better”, dan lebih spesifik. Bukan berpikir besar. Kalau targetmu efisiensi dan efektivitas, secara otomatis kamu akan mengubah sistem produksi. Dan dengan sendirinya, produktivitas akan meningkat.

Kontribusi dan produksi, bukan menunggu dan mengkonsumsi.

Terobsesi dengan Tanggung-Jawab

.. dengan mengabaikan masalah.

Kebanyakan orang, termasuk di tim kecil, menganggap, “Yang penting tugas saya sudah saya selesaikan,” kemudian menonton kawannya yang belum selesai. Atau diam ketika pimpinan mereka tidak memenuhi kredibilitas. Kebanyakan orang merasa sudah bertanggung jawab, namun hasil akhirnya: sebagai kesatuan, kualitas pekerjaan ini buruk.

Kebanyakan orang, terlambat menyadari bahwa mereka berada di lingkungan beracun. Atau sengaja memilih lingkungan beracun, karena terwariskan atau menjadi tanggung jawab kamu.

Semua orang yang pernah salah memilih pekerjaan, merasakan lingkungan beracun, lingkungan yang tidak sepenuhnya buruk. Justru, lingkungan yang penuh orang bekerja keras.

Masalahnya, lingkungan ini menyamaratakan standar prestasi orang-orang yang bekerja. Misalnya: mengabaikan kualitas dan content, yang dihitung berapa kali kirim dalam sebulan.
Hanya menghitung berapa kali datang dan apa yang dikerjakan.

Jelas sekali, standar penghitungan ini menjadi penilaian yang tidak fair (adil).

Bagaimana kalau kita membalik dengan menyelesaikan problem internal lebih dahulu? Jangan-jangan, ketidak-berhasilan ini berasal dari dalam.

Kamu sibuk publikasi dan propaganda. Menyimpan debu di bawah karpet. Atau membiarkan debu tidak pernah diangkat dengan vacum cleaner, lalu menyuntingnya agar kelihatan cantik. Kamu memberikan orang simulasi, memanipulasi pikiran mereka dengan angka dan daftar prestasi, agar mau memakai kreativitas kita. Kamu membuat media kit untuk menampilkan berapa subscriber dan testimonial para influencer. Kamu mencari “ucapan para ahli” demi membenarkan tindakan kita dan mengakui kehebatan kita. Meminjam orang lain, memotong ucapan orang lain, dan menjadikan pendongkrak popularitas. Kita menampilkan selfie dengan “orang itu”, influencer, hanya demi kelihatan eksis dan berperan. Kamu menjadi “impersonal”, orang lebih melihat brand kamu daripada kamu sebagai manusia. Kamu menyembunyikan diri.

Namun proses kreatif kita meniru orang lain. Namun kamu tidak punya proses kreatif. Kamu tidak punya sistem untuk menangkan inefisiensi dan defisiensi dalam proses kreatif. Namun kamu tidak pernah benar-benar melakukan kolaborasi dengan rekan kerja sendiri. Kamu terlalu terobsesi dengan ide-ide besar, tanpa melihat masalah. Kamu melihat solusi tanpa mengujinya lebih jauh. Satu-satunya solusi, setelah mencoret atau mengabaikan kemungkinan lain.

Meeting yang Nggak Penting

Awalnya, jarang mengadakan meeting. Berganti menjadi terlalu banyak meeting. Sampai akhirnya, WhatsApp hanya berisi pesan koordinasi (“Harap kumpul tanggal sekian, jam, bawa ini”), bercanda, obsesi, namun mentah ketika bertemu-langsung.

Jadwalkan meeting, hanya jika ada agenda mendesak. Jelaskan agenda dan target pertemuan.

Selesaikan “bagaimana caranya” dari jauh. Biasakan bekerja-dari jauh. Deadline dari jauh. Biasakan transfer, simpan, dan kerjakan, dari jauh.

Beranggapan Piranti Bagus Akan Memperbaiki Kebiasaan Buruk

Tidak. Zoom, MacBook M1, atau WhatsApp bisa membuatmu berkomunikasi dari jauh, tetapi tidak akan memperbaiki masalah komunikasi kamu.

Kata-benda tidak bisa menyelesaikan masalah kata-kerja.

Kamu tidak berkomunikasi lebih baik di WhatsApp jika tidak tahu apa itu by-standers effect. Google tidak membuatmu mencari lebih efisien kalau kamu tidak pernah mempelajari cara mencari dengan Google.

Tidak Memberikan Update

.. kepada semua orang.

Bukan hanya pemakai/audien. Creative agency seharusnya tahu: kreativitas adalah reaksi.

Mereka berbicara untuk edukasi, perubahan, tujuan jangka panjang kepada publik, bukan sekadar product knowledge.

Mereka berbicara tentang “mengapa kami melakukan ini”. Mereka menceritakan on-going project. Mereka mencatat momen kebodohan di perbincangan internal. Mereka meng-update informasi kepada siapa saja yang terlibat. Mereka seeder bagi sesama. Bukan leecher. Mereka bermental membantu dan meng-upgrade, bukan “terima kasih” dan “meminta..”.

Menganggap orang lain sudah tahu, atau tahu-begitu-saja, sangat berbahaya.

Update adalah perkembangan terkini. Pengetahuan, masalah, pesanan, semua butuh update. Tanpa update, tidak disebut ada perkembangan. Dan update dilakukan semua orang.

Kalau di dalam manajemen tidak terdapat update, jangan harap orang lain mau menerima update kamu.

Memperkerjakan Amatir

Bekerja dengan amatir itu mahal karena kualitasnya rendah, butuh perbaikan lagi, waktu lebih lama, dan nggak berkelas.

Amatir memiliki banyak fitur. Amatir itu.. Rata-rata. Underskilled. Tidak punya mimpi. Hanya mengandalkan 1 skill. Amatir bisa digantikan kapan saja oleh amatir lain, siap disingkirkan.

Memperkerjakan amatir berarti pemborosan, karena, hasil pekerjaannya selalu perlu revisi, mengulang kreativitas sebelumnya, imitasi pekerjaan orang lain.

Amatir mengandalkan pembelajaran pahit bernama “pengalaman”. Amatir memperlambat kerja tim. Amatir itu offliner yang hanya punya 1 kemungkinan terbaik: terbuang.

Semua orang setuju. Jangan ajak amatir masuk. Biarkan sebatas di lingkaran ketiga, berada di luar.

Menganggap Semua Orang Berpikiran Sama

Tidak. Ini creative agency. Tempat para pemberontak. Menantang status quo. Mempertanyakan peraturan. Membuat lompatan. Memangkas rute menjadi lebih efisien. Semua orang berpikiran unik. Namun tidak semuanya relevan dengan pekerjaan “sekarang”.

Pekerjaan kreatif dalam agensi, bukanlah pekerjaan 1 orang.

Kreatif itu reaksi, tentukan bagaimana pemicunya. Kreatif itu disemai, tentukan lingkungan pekerjaan seperti apa agar tanaman ini tidak mati. Belajarlah mendelegasikan masalah yang tidak penting, agar dikerjakan orang lain.

Belajarlah mendengarkan dan diam. Belajarlah memotret tanpa kamera, melukis tanpa alat. Belajarlah men-skala proses kamu. Bisakah orang melakukannya dengan hasil yang berbeda dari hasil kamu?

Bagi orang kreatif, tidak ada hal yang tidak menarik. Yang ada hanyalah orang yang tidak tertarik.

Tidak Menyatukan Fungsi Kreatif

Mungkin karena kita jarang bertanya, “Apa sebenarnya kolaborasi itu?”. Kolaborasi bukanlah “kamu bagian ini, saya bagian itu”. Kolaborasi bukanlah teks lagu berbahasa Jawa namun memakai skala nada diatonis dengan suara gamelan hasil sampling synthesizer. Kolaborasi itu sinergi. Kolaborasi bukan “kamu pegang script, saya yang edit”. Kita tahu, video tidak bisa dikerjakan dari 1 disiplin illmu. Video adalah kompleksitas. Suara, image, script, sinkronisasi, editing, color grading, dll. Kompleksitas konsep dan proses, mengalir menjadi durasi 1 menit untuk “semua” orang.

Fungsi kreatif yang tanpa penyatuan, hasilnya adalah 1 sudut pandang. Untuk 1 atau 2 karya, tidaklah masalah. Untuk suatu creative agency, itu bermasalah.

Bagaimana bisa bekerja dengan orang lain, dan tawaran orang yang berbeda-beda jika tidak kreatif?

Kolaborasi bukanlah download template kemudian memberikan penugasan kepada masing-masing, Kolaborasi bukan mencari konsensus, bukan menomorsatukan kesepakatan, tidak untuk fifty-fifty. Kolaborasi terjadi karena percaya semua orang bisa kreatif, semua “fungsi” dapat berlangsung sinergis menjadi “sesuatu”.

Investasi Buruk di Manajemen Project, Sejak Awal

Kamu butuh alat. Kamu butuh waktu. Kamu butuh tamu-ahli. Kamu butuh crowdsourcing. Kamu butuh sumber daya. Semua itu perlu investasi.

Tidak semua orang mau tahu, bahwa “kreativitas” membutuhkan lamunan, membutuhkan “tidak berpikir apa-apa”, membutuhkan kesendirian, namun di sisi lain, deadline mengalahkan kreativitas apapun.

Membutuhkan .. lebih banyak…

Sibuk Mengoptimasi Masa Lalu

Seperti kebanyakan orang, kamu mengoptimasi masa lalu ketika..

Evaluasi kerja. Mempelajari kesalahan berdasarkan pengalaman. Memilih bermain aman jika masa lalu bilang, “Yang ini aman..”. Kamu mengoptimasi masa lalu ketika Iblis berkata kepadamu, “Lakukan yang ini saja dulu, nggak usah terlalu muluk-muluk..”. Kamu mengoptimasi masa lalu ketika.. Terlalu lama merapikan folder. Melihat-lihat yang kemarin. Tidak segera melompat. Melamun dan bernostalgia tentang job yang kemarin. Merindukan klien yang baik hati dan pernah meng-hire kamu.

Bergantung kepada Seseorang

Seringnya, ini politik kantor. Ada politik dalam kantor di mana kamu tidak berani menyampaikan kritik. Kepribadian ” orang itu” bermasalah. Kamu menjadi bergantung pada seseorang. Atau sumber daya manusia di kantor ini bermasalah.

Kamu bisa mencari ahli strategi sekaligus desainer bagus. Satu orang dengan beberapa talenta, untuk penghematan. Berita buruknya, brand kamu semakin bergantung kepada orang ini. Atau, kamu menggunakan “masa lalu” (pengalaman) orang ini, untuk mewarnai brand kamu.

Pertanyaan bagus ketika merekrut orang atau mengerjakan project, “Bagaimana jika orang ini lenyap?”. Itu pertanyaan standar.

Pada kasus sama: bergantung kepada funding terbesar, pejabat tertentu, cash streaming satu saluran, permisi seseorang, crowdsourcing, acara besar, dst.

Buatlah sistem kreatif yang bisa “jalan” di klien kita.

Diam Setelah Job Ini Selesai

Diam setelah jalan-jalan. Tanpa-laporan setelah project selesai. Tidak ada cerita setelah kamu belajar dari orang lain. Tidak mengakui pencapaian. Tidak menganggap ada masalah di depan, setelah ini. Tips terbaik yang saya berikan untuk ini: jangan berhenti belajar dan memperkuat kemungkinan.

Tidak Jelas, Kamu Menjual Apa

.. padahal kamu bisa menjual lebih banyak.

Berhentilah menuliskan “apa yang kamu bisa”. Tulisan itulah yang memperlakukan kamu sendiri sebagai “tukang” yang menerima pesanan “Tolong kerjakan ini dalam 1 minggu”. Ubahlah perspektif ini dengan memperjelas apa yang kamu jual.

Bedakan antara cara kerja barbershop dan Salon Novi.

Jelaskan dengan “mengapa” kamu menjual ini.

Saya menjual ini karena.. Tempat lain salah dalam menjual produk. Apa yang saya jual lebih lokal dan lebih bagus. Orang lain bisa selesai masalahnya dengan ini.

Pikirkan bahwa kamu tidak sedang membuat curriculum vitae untuk mendaftar pekerjaan. Sebaliknya, kamu membuat rumah yang bisa didatangi semua orang.

Kamu tidak sekadar menjual kaos. Lebih dari itu. Desainer bisa datang, untuk pamerkan desain mereka di kaos kamu. Reseller bisa datang untuk mendukung namamu. Dan kamu tetap menjalankan project bersama client.

Jika proses kreatif kamu melibatkan bangunan bernama manajemen waktu, proses kreatif, dan misi untuk masa depan, maka kamu tidak punya rahasia.

Sekalipun orang lain menduplikasi produk yang kamu kerjakan, mereka tidak bisa mengerjakan seperti apa yang kamu kerjakan.

Sekali lagi, gunakan metafora, seperti yang saya jelaskan dalam metafora dan pipa cangklong.

Perjelas untuk orang yang berbeda-beda. “Kaos” memiliki arti berbeda bagi desainer, reseller, dan pembeli. Foto, video, dll. hanyalah kata dasar yang bisa kamu perjelas untuk orang lain. Menjual bukan hanya menjual.

Tidak Punya Penawaran Berbeda

Hanya seperti orang lain. Nyepik, bisik-bisik, bincang-bincang, namun seperti orang lain.

Harga murah bukanlah penawaran. Semua orang mengaku murah. Atau sepadan dengan apa yang mereka berikan. “Cepat” bukanlah penawaran. Semua orang mengukur “cepat” berdasarkan kemampuan dan sistem mereka dalam mengerjakan project. Jelaskan dengan pemahaman anak kecil, kamu membuat apa.

Terlalu sering orang-kreatif membicarakan mimpi, menyatakan “mengapa” kepada orang lain, tetapi lupa menceritakan sebenarnya ia membuat apa.

Apa yang kamu buat? Apa yang kamu kerjakan? Jelaskan dengan mudah.

Mengandalkan Jasa Konsultan Ahli

Tidak. Saya konsultan ahli dalam proses kreatif, saya bisa demonstrasikan keahlian, tetapi belum tentu relevan dengan “kasus” atau “konteks” yang kamu alami.

Biarkan seorang ahli menjadi pengganggu bagi pekerjaanmu.

Saya mengganggu kamu. Orang kreatif butuh gangguan. Namun bagaimana mereka memproses ide kreatif, itu tidak diketahui konsultan ahli.

Tidak Menjual Secara Strategis

Semua orang “menjual”? Benar. Bisnis penjualan bertahan karena semua orang menjual dan punya hubungan. Kita tidak menjual secara strategis ketika.. tidak mentarget tipe klien. Dan ketika orang tidak tahu apa yang kamu inginkan.

Strategi adalah “saya ingin..”. Taktik adalah “dengan cara..”. Strategi diterjemahkan dalam bentuk taktik.

Terlibat dalam Peperangan yang Salah

Jangan terjerumus pada taktik, jangan habiskan energi untuk taktik.

Orang sibuk menghitung berapa klien yang datang, dapat subscriber berapa, dapat iklan dari mana saja, dst. Pikirkan “mengapa” kita butuh klien (strategis), jangan dulu bertanya apa untungnya dapat klien.

Jangan menjual strategi kepada klien ketika klien membutuhkan taktik. Ketika klien butuh logo, buatlah logo. Tidak perlu kamu jelaskan apa perbedaan logo dan visual branding.

Tidak Bertanya tentang Bisnis Klien Kamu

Sebaiknya, tanyakan.

  • Mengapa kamu mengerjakan project ini?
  • Apa ukuran “bagus dan memuaskan” menurutmu?
  • Bagaimana pembayaran akan dilakukan?
  • Seluas apa jangkauanmu?
  • Aktivitas apa yang membuatmu meraih layanan kami? dst.

Kamu perlu tahu lebih banyak tentang teman baik kamu.

Pertanyaan yang tepat, akan menggali jawaban. Jawaban mematahkan asumsi kamu tentang klien ini. Tidak hanya bertanya, kamu perlu pertanyaan lebih, agar keterlibatan kamu lebih dalam dan yang terpenting: pekerjaan dapat kamu selesaikan lebih cepat.

Klien berpengaruh, padahal mengeksploitasi kita. Klien maunya cepat, kita asal-jadi. Klien punya staf kreatif sendiri, lalu edit pekerjaan kita. Banyak skill terhempas di hadapan komunikasi dan birokrasi.

Saya selalu menghadapi setiap konsultasi dari creative agency dengan pendekatan yang kontekstual dengan keadaan mereka. Setiap kasus itu unik. Saya menghadapi manusia, yang kreatif, dan ingin mendapatkan lebih banyak klien dan pekerjaan. Mereka memilih saya bukan tanpa alasan kuat. Mereka tidak akan pernah membaca iklan tentang saya di medsos maupun website saya.

Dan saya selalu senang menghadapi problem kreatif mereka. [dm]