in

Setelah Euforia Chat GPT dan Tenggelamnya Metaverse

Menyikapi naik-turun isu seksi Chat GPT dan Metaverse. Apa lagi setelah ini?

(Credit: Akacin Phonsawat dan Userba011d64_201)

Heboh di awal kemunculan, sekarang ke mana Metaverse? Sama seperti chat GPT, banyak orang panik menyikapi kemunculan Metaverse.

Mark Elliot Zuckerberg pendiri Facebook, mengganti nama perusahaan itu menjadi Meta. Banyak kalangan membuat ancang-ancang membangun perusahaannya di Meta. Pemberitaan skala dunia yang tidak putus-putusnya menjadikan metaverse sebagai isu seksi dalam semua lini percakapan.

Menurut sebagian prediksi, dunia nyata hanya akan menjadi persinggahan raga manusia dan meteverse akan manjadi dunia nyata. Banyak kalangan takut ketika membayangkan kehidupan diganti oleh avatar-avatar yang akan “hidup” secara penuh di metaverse.

“Metaverse” terlihat mulai tenggelam, ketika saham Meta jatuh di Oktober 2022 di bursa saham Amerika Serikat. Pada perdagangan tanggal 27 Oktober 2022, harga sahamnya anjlok hampir 25% ke level US$97,94 per unit, dan menjadi yang terendah sejak 2016. Bila di total sejak awal tahun 2022, kejatuhan harga saham Meta bahkan lebih dari 70%.

Meta melakukan PHK besar-besaran. November 2022, Meta merumahkan 11 ribu karyawan. Meta juga mengurangi ruang-ruang kantor untuk efisiensi.

Meteverse pun meredup. Bersamaan dengan meredupnya pamor metaverse, ada kemunculan chat GPT, pada November 2022.

Chat GPT sendiri adalah kecerdasan buatan, dari perusahaan OpenAI yang bermarkas di San Fransisco Amerika. GPT singkata dari Generative Pre-Trained Transformer merupakan chat- bot yang bisa menjawab pertanyaan- pertanyaan manusia dengan langkah yang sama dan sangat mirip manusia namun dalam bentuk teks otomatis. Manusia serasa berkomunikasi dengan manusia lain, bukan dengan robot.

Mengapa Metaverse begitu mudah tersingkir, setelah sebelumnya diramal bakalan booming dan merubah tatanan hidup manusia?

Secara sederhana, ini bisa dijelaskan. Terobosan yang dilakukan metaverse mungkin masih dalam tahap perancangan. Sehingga ditengah-tengah masa-masa menunggu tersebut, kemunculan teknologi yang siap pakai menjadikan manusia saat ini yang sudah hidup dalam dunia digital dan selalu haus akan kecanggihan, gampang berpaling dan menerima penemuan baru dengan gegap gempita.

Lihatlah, bagaimana kemunculan Chat GPT, membuka banyak ramalan tentang masa depan manusia. Chat GPT yang telah diunduh lebih dari 100 juta perangkat, sepertinya tren ini terjadi karena keingintahuan.

Dominasi Google sebagai mesin pencari masih belum bisa terkalahkan. Google sendiri, dalam memproses pencarian, juga menggunakan artificial intelligence (kecerdasan buatan).

Chat GPT memiliki kekurangan mendasar. Dia tidak terhubung internet. Hanya bisa menjawab masalah yang berkisar sampai tahun 2021. Setelah itu, dia tidak bisa.

Belum sampai unjuk kesaktian di bidang pendidikan, Chat GPT berhadapan dengan ketakutan adanya plagiarisme, akibat pemakaian Chat GPT. Antitesis datang. Muncul aplikasi GPTZero, buatan Edward Tian, seorang mahasiswa Princeton University, yang bisa mendeteksi apah suatu teks (esai, tulisan, artikel) buatan Chat GPT atau bukan.

Popularitas chat GPT mungkin hanya sekedar euforia sebagaimana kemunculan Metaverse dulu. Google turun tangan untuk membendung pengaruh Chat GPT. Google meluncurkan chat boat pesaing chat GPT yang bernama BARD yang konon lebih canggih dari Chat GPT.

BARD mampu memproses teks dua-arah (bidirectional), memahami konteks dan makna percakapan, dengan lebih baik. BARD menguasai 100 bahasa.

Trend -trend teknologi yang bermunculan tersebut memperlihatkan, kita sebaiknya menerima kecerdasan buatan yang canggih untuk mempermudah hidup kita. Metaverse mungkin hanya meredup dan sedang berinovasi hebat untuk pada suatu hari diluncurkan dan membuat manusia terkagum-kagum dengan inovasinya.

Jangan lupa, prestasi Mark Zuckerbeg dan Facebook sudah terbukti merubah cara kita berinteraksi dan memproses informasi. Dunia berubah setelah Facebook datang. Facebook telah merevolusi hidup kita. Perusahaan serangkai lain, yaitu Instagram dan WhatsApp sepenuhnya membuat hidup kita berubah. Dunia dalam lipatan. Teknologi membuat kehidupan kita berubah drastis. Pilihan hidup kita banyak ditentukan oleh algoritma.

Kita sering lupa bagaimana cara berkomunikasi dengan baik. Medsos membuka banyak topeng yang selama ini merahasiakan keburukan orang. Saluran komunikasi lebih bebas. Santun di dunia nyata, ketika bertindak barbar dan melanggar UU ITE, bisa dibawa ke kantor. Banyak penyimpangan dan perubahan dari cara kita menyatakan pendapat, berperilaku, dan memperlakukan orang lain.

Kemunculan Metaverse dulu, sempat membuat manusia merasa semakin gamang akan dunia nyata, namun akhirnya meteverse akhir-akhir ini seolah-olah tenggelam entah ke mana.

Saya memprediksi, kejeniusan Mark Zukerberg belum berakhir. Bisa jadi, kegagalan dan jatuhnya saham meta, serta lahirnya generasi baru kecerdasan buatan, memberinya kesempatan untuk menunggu kehadiran metaverse, yang baru, lebih cerdas, dan membuat kita lebih hidup berdampingan. ▅

*) Waode Nurmuhaemin. Doktor Manajemen Pendidikan, penulis artikel dan buku pendidikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *