in

Cerita Jose, Anak Tionghoa yang Mahir Mendalang Wayang Jawa

SEMARANG (jatengtoday.com) – Sejak duduk di bangku kelas tiga SMP Maria Mediatrix Semarang, Fu Jose Amadeus Khrisna (Jose), terpikat kesenian wayang kulit. Jose lantas dipertemukan dengan komunitas Sobokartti, sebuah Perkumpulan Seni Budaya di Jalan Dr Cipto Nomor 31-33, Semarang.

Warga keturunan Tionghoa yang tinggal di daerah Kebonsari Semarang inipun memilih bidang dalang untuk didalami. Sebuah seni yang berakar dari tradisi tutur, yakni tradisi penyampaian pesan secara lisan.

Selama kurang lebih tiga tahun, Jose telah mahir menguasai bahasa pedalangan Jawa serta puluhan alur cerita wayang pakem. “Saya latihan wayang kurang lebih tiga tahun di Sobokartti. Hampir semua cerita wayang pakem hafal,” kata Jose saat berbincang dengan jatengtoday.com usai pertunjukan wayang di Gedung Monod Diephuis Kota Lama Semarang, Sabtu (30/6/2018) lalu.

Ia mengakui tantangan terberat selama belajar wayang adalah penguasaan bahasa Jawa. Sebab, Bahasa Jawa memiliki kekayaan kosakata yang luar biasa banyaknya. “Apalagi generasi muda sekarang banyak yang tidak mengenal wayang. Tantangannya di situ,” katanya.

Maka di kala generasi milenial digempur dengan peradaban budaya barat, ia tetap konsisten memelajari budaya Wayang Jawa. Saat ini, Jose beranjak dewasa dan sedang menempuh kuliah di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga semester 6. Sebagai warga keturunan Tionghoa ia sama sekali tidak canggung untuk terus mendalami profesi dalang wayang kulit Jawa.

“Kita Indonesia, budaya asli nusantara harus dirawat,” katanya.

Sebagai dalang, Jose bisa menghelat alur cerita wayang kulit dalam waktu singkat, maupun pertunjukan panjang semalam suntuk. Tantangan lain adalah bagaimana membuat inovasi pertunjukan wayang di era sekarang.

“Jadi mungkin harus bisa mencari cara agar bagaimana bisa mendekatkan wayang kepada masyarakat. Perlu terus mencari ide kreativitas baru agar wayang bisa diterima generasi muda sekarang. Baik gaya bahasanya yang disederhanakan, maupun konsep pakelirannya dibuat lebih ramai biar anak muda tertarik,” katanya.

Menurutnya, wayang menjadi salah satu produk budaya Indonesia yang paling sempurna di dunia. “Saya katakan paling sempurna di dunia, karena hanya ada di Indonesia. Sedikit yang tahu dan sedikit yang bisa. Ibaratnya barang langka harganya mahal. Wayang harus didalami agar bisa mendunia,” katanya.

Ia mengaku yakin, perjuangan merawat tradisi wayang tersebut tidak akan sia-sia di kemudian hari. Bahkan menjadi hal yang dicari. “Saya yakin kalau mendalami sesuatu yang langka pasti dicari orang. Bisa memerkenalkan Indonesia juga lewat wayang,” katanya.

Selama pertunjukan wayang, Jose sering diiringi oleh kelompok Karawitan Putera Budaya Semarang yang juga kerap berlatih di Sobokartti.

Pengendang Karawitan Putera Budaya Semarang, Suratno mengatakan, ini memang komunitas yang mewadahi generasi muda untuk memelajari budaya Jawa. “Ada latihan rutin. Baik di Sobokartti, Monod Diephuis dan di Teater Lingkar. Mereka menjadi generasi penerus. Ada yang masih duduk di bangku SMP, SMA, hingga kuliah. Begitu pun dalang wayang kulit, ada yang masih SMP, SMA, dan kuliah,” katanya.

Selain Jose, juga ada dalang muda, Yanuar Finsa dan masih banyak yang lain. Mereka menjadi generasi muda penjaga budaya nusantara di tengah gempuran laju kereta peradaban. (abdul mughis)

editor : ricky fitriyanto