SEMARANG (jatengtoday.com) – Indonesia memiliki berbagai macam karakteristik etnik masyarakat yang unik. Salah satunya suku Madura.
Orang Madura dikenal memiliki karakteristik keras, kolot sekaligus lucu. Termasuk cerdas dalam bermesraan dengan Tuhan.
Ulama nyentrik Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun seringkali mengisahkan berbagai kejadian lucu mengenai orang Madura.
Orang Madura selalu banyak akal dan memiliki berbagai macam cara dalam menghadapi kondisi apapun. Berjiwa berani, percaya diri, yakin dan tidak pernah takut kepada siapapun. Meski terkadang konyol dan tidak masuk akal.
Pada suatu ketika, ada seorang Madura yang bekerja sebagai nelayan. Sejak pagi buta hingga petang menjelang maghrib, ia tak satupun mendapatkan ikan. Di tengah laut ia lantas berdoa kepada Tuhan dengan logat khas Madura.
“Ya Allah, katanya Rahman-Rahim (Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang) sampeyan? Ini sampai maghrib, kenapa saya tidak mendapat ikan ya Allah? Mana Rahman-Rahim-mu ya Allah. Kan aku setiap hari baca basmallah. Mana buktinya?”
Allah maha malu kepada hambanya kalau tidak memberikan rahmat kepada hambanya. Maka tak lama kemudian Allah memberikan ikan. “Mak pecothot, pecothot, pecothot, ikan jatuh di perahunya. Kemudian si Madura itu bilang, Ya Allah kok cuma lima. Ya memang anak saya tiga, tapi ya mosok limaaa beneran. Yaa..sepuluuh laaah,” kata Cak Nun menirukan orang Madura yang berusaha melakukan tawar-menawar rizki ikan yang diberikan Tuhan.
Namanya Allah Sang Maha Pengasih dan Penyayang, diberikanlah ikan sebanyak 10 ekor di perahunya. “Yaaa 10 bagus, tapi kalau dikasih 15 yaaa lebih bagus laaaah,” ujarnya masih terus melobi Tuhan.
Tuhan pun akhirnya memberikan ikan berlimpah hingga perahu orang Madura itu penuh dengan ikan. Perahu yang penuh ikan tersebut segera diseret ke tepi pantai untuk pulang. Sesampai di pantai, ketika ia hendak membalikkan badan, nelayan Madura itu melihat asap hitam tebal membumbung tinggi. Ia tahu betul, asap itu tepat di atas desa tempat tinggalnya.
“Wah, kebakaran!”. Lari dia. Ikannya ditinggal. Di tengah jalan bertemu temannya. “Cak, rumah sampeyan kebakar itu!’,”
Nelayan Madura tersebut bukannya lari menuju rumahnya, tapi justru berdiri menghadap langit sambil berkata: “Ya Allah, maksudnya bagaimana sampeyan? Soal ikan kan masalah di laut, kenapa dibawa-bawa sampai di darat?” kata Cak Nun yang membuat jamaah Maiyah terpingkal-pingkal.
Cak Nun meminta tak perlu marah ataupun salah tafsir atas cerita seperti itu. Tidak sedikitpun ada nilai melecehkan Tuhan. Justru itu menjadi salah satu cara bagaimana bermesraan dengan Tuhan. Bertujuan lebih akrab dan dekat dengan Tuhan. (abdul mughis)
editor: ricky fitriyanto