in

Merancang Cerita Hidup Kamu Sendiri

Seperti fiksi, namun ini hidupmu sendiri. Kamu penulisnya. Tentukan ceritamu akan seperti apa.

(Credit: Nuthawut Samsuk)

“Seperti apa cerita hidupmu sekarang?”

Itu kalimat-tanya dari beberapa orang kawan yang rajin bertanya kabar saya, sekitar 2 bulan sekali. Baru disebut kabar kalau itu mengejutkan, seru, nyata. Kalau saya bercerita, mereka mendesak, “Bagaimana bisa seperti itu? Apa yang kemudian kamu hadapi?”. Mereka tidak berharap happy-ending dan tidak mau melihat saya kalah. Saya orang yang pertama kali berada di posisi “harus berubah” dan menerima keputusan pahit saya sendiri, ketika harus “berganti cerita”.

Rancang, Jangan Hanya Terpaksa Masuk Cerita Itu

Banyak orang punya pengalaman hebat, namun mereka tidak merancang itu. Kebetulan, seketika, karena peran orang lain, akhirnya ia kehilangan momen. Dia bukan perancang cerita hidupnya sendiri. Jadilah determinan, jangan fatalistik. Rancang ceritamu sendiri.

Sebagian besar kawan saya, bercerita kalau mereka tidak punya cerita. Hidupnya biasa-biasa saja. Biasanya, bagian yang menyenangkan tentang anak mereka. Kadang saya bertanya, “Bagaimana seseorang merasa tidak punya hidupnya sendiri dan menumpahkan seluruh harapan dan kebahagiaan kepada anak?”.

Saya tidak mau seperti itu. Jika keadaan tidak seperti harapan, cerita harus berubah.

Ini hidup saya. Tindakan saya, menentukan akan seperti apa ceritanya. Setiap bulan, atau tahun, saya harus punya narasi baru untuk membawa perubahan.

Ketika orang sibuk mencari kerja, saya memilih tidak akan cari kerja, karena itu bertentangan dengan proses saya belajar dan bagaimana saya memandang suatu pekerjaan. Sampai sekarang, pekerjaan saya baik-baik saja. Kisah hidup, menceritakan siap kita, menciptakan realitas, namun tidak selalu nyata. Kita tafsirkan kebenaran, model mental, apa yang sedang kita percaya, kemudian kita saring menjadi harapan, tindakan, bercampur dengan ketakutan kita. Kadang tidak berhasil.

Mengalahkan Naga

Saya sering membuat semacam milestone, capaian yang pernah terjadi, dalam setahun apa saja yang telah saya lakukan. Di antara milestone itu, ada “pelajaran” (kegagalan), pahit-manis, dan tanda di kalender yang saya buat sendiri, di mana terjadi peperangan yang tidak ingin saya perlihatkan kepada orang lain.

Pikiran kita bisa menjadi jerat sekaligus senjata paling ampuh. Pikiran bisa menciptakan realitas sekaligus menyunting realitas.

Dalam cerita hidup, saya ingin menjadi pahlawan bagi diri sendiri. Saya punya musuh, semacam naga besar yang jahat dan tak-terkalahkan. Perjalanan saya mengalahkan naga itu. Tentu saja ini metafora, bukan naga sungguhan.

Misalnya, ketika saya belajar Python dan blockchain. Naga saya adalah rasa malas, ketakutan, roadmap yang harus saya selesaikan, dan project yang mau tidak mau harus saya buat sebagai ukuran saya berhasil mempelajari Python dan trading crypto. Ketika saya kalahkan naga itu, saya acungkan pedang ke udara. Orang lain, tidak pernah tahu kisah kepahlawanan ini.

Jangan Berada di Pertempuran yang Salah

Saya memilih penjahat, saya yang akhirnya naiki naga itu, untuk pergi ke manapun saya suka. Yang terpenting: jangan terlibat dalam pertarungan yang salah.

Saya sering melihat kawan-kawan saya terlibat dalam pertarungan yang salah. Mereka sering alami gaslighting di tempat kerja, juga terjadi gaslihgting dalam hubungan dengan pasangan. Masuk di kantor sekte-sesat yang mengajarkan produktivitas sebagai produksi sebanyak-banyaknya, grafik penjualan menaik, dan mereka nyaris kehabisan waktu demi kerja dan kerja lagi. Atau kawan saya yang terlibat dalam hubungan toxic dengan pasangannya. Setiap hari nytatus, berpuisi, konsultasi, berbalas komentar, yang sepertinya bahagia namun menurut pengakuannya, itu pertarungan untuk menutupi masalah api dalam sekam.

Jangan pernah gunakan semenitpun waktu dalam hidupmu untuk buang energi dan fokus kamu, karena terlibat di pertempuran yang salah.

Buat Keputusan, Ambil Tindakan

Dalam cerita hidup yang saya buat sendiri, saya melakukan pengambilan keputusan. Itu tidak sepenuhnya mudah. Seringnya, sangat pahit. Misalnya, ketika suatu circle sudah tidak sehat dan tidak sehati lagi, saya memilih berpindah circle. Saya ingin besar. Saya ingin menjelajah. Kalau “bulan ini” saya mentarget untuk menaikkan elo rating catur saya di kelas blitz (2-10 menit), maka saya harus berlatih dan mau korbankan kesenangan lain. Atau ketika sudah punya komitmen sehari menulis 1 artikel, itu berarti waktu saya akan lebih banyak untuk mengamati, browsing, riset, agar tulisan saya tidak receh.

Selama menciptakan dan menjalani cerita, saya mencatat perjalanan itu.

  • Apa fokus energi saya hari, bulan, atau tahun ini?
  • Apa saja yang harus saya kerjakan?
  • Apa ukurannya kalau target saya berhasil?
  • Dan apa yang akhirnya saya capai?

Seperti dalam cerita sungguhan..

Saya akan dapat dialog dari “karakter” lain, dalam kehidupan saya, kalau saya memilih circle. Selagi saya berada di circle yang tidak kondusif, dialog yang saya dapatkan juga akan “gitu-gitu aja”. Saya harus ciptakan plot, di mana ada twist, ada kejutan, dengan mengubah ruang.

Saya suka ubah circle, ruang, dan atur-ulang pemakaian waktu, agar cerita saya terjadi.

Saya memerlukan kekuatan-super dengan cara selalu berlatih dan memperbaiki skill saya, terutama yang berkaitan dengan pekerjaan. Tanpa kekuatan super, sekalipun kamu sudah naiki naga, akan datang musuh lain.

Kadang saya bersama Alice, seperti di Alice in Wonderland, atau kadang suasananya sangat absurd seperti Alice Through Looking-Glass yang saya bertemu orang-orang di dunia cermin, Ratu Merah, dll. Seperti ketika saya tiba-tiba terlempar dalam narasi media yang menceritakan tirani pikiran, konflik politik, dll. Saya berada di dunia di mana orang tidak peduli sekitar, orang menjadi mekanisme.

Kadang saya memilih melompat di tengah dan mengubah cerita yang sudah saya rancang sendiri.

Ini hidupmu. Buat ceritamu sendiri. Jangan biarkan orang lain tentukan dialog kamu, plot kamu, dan dengan siapa kamu harus berada. [dm]