SEMARANG (jatengtoday.com) – Ketika dunia pariwisata sedang gencar-gencarnya dipromosikan di Indonesia, ternyata ada yang luput dari perhatian pemerintah. Salah satunya adalah sistem penyelenggaraan transportasi pariwisata.
Dampaknya berakibat fatal. Sebab nyawa manusia bisa kapan saja menjadi tumbal di jalanan. Tragedi kecelakaan di Cikidang, Sukabumi, Jawa Barat (8/9/2018) adalah salah satu contoh catatan kelam bagi penyelenggaraan pariwisata di Indonesia.
Ketika itu, rombongan bermaksud menikmati wisata arung jeram. Dalam cuaca cerah menuju lokasi wisata sekitar pukul 12.00, tiba -tiba bus terjun ke jurang di ketinggian 30 meter. Akibatnya 21 orang tewas, 13 orang luka berat, dan 2 orang luka ringan. Sungguh petaka menyedihkan.
Pemerintah sejauh ini belum bisa berbuat banyak untuk melakukan upaya penanganan secara menyeluruh. Baik melakukan edukasi kepada operator, pengusaha, revisi regulasi secara tepat hingga penyediaan sejumlah fasilitas untuk istirahat sopir.
Banyak faktor yang memicu kecelakaan terjadi. Baik masalah perawatan kendaraan, kualitas kendaraan dan human error akibat kelelahan pengemudi. Penyediaan tempat untuk istirahat pengemudi sejauh ini belum dipikirkan oleh pemerintah.
Para sopir bus pariwisata sering kali tidur di tempat tidak layak. Banyak ditemui sopir bus tidur di bagasi. Ini menjadi hal menyedihkan yang berakibat fatal. Terkadang ada pengemudi yang selama tiga bulan tidak ada liburnya sama sekali.
Maka patokan jam kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ketenagakerjaan belum sepenuhnya diikuti. Idealnya, pemerintah menyediakan tempat istirahat khusus sopir di titik tertentu. Akan sangat menyedihkan, bus pariwisata, penumpangnya tidur di hotel, tapi sopirnya tidur di bagasi. Padahal keselamatan perjalanan ada di sopir bus.
“Peristiwa kecelakaan bus wisata di Cikidang menjadi pembelajaran penting bagi bangsa ini untuk memperbaiki sistem transportasi penyelenggaraan bus wisata,” kata Staf Peneliti Laboratorium Transportasi dan Pengajar Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, Minggu (16/9/2018).
Pusat Informasi Bus Wisata bisa segera dibuat oleh Kemenhub untuk membantu masyarakat dengan mudah mendapatkan informasi yang jelas tentang armada bus yang akan digunakan.
Aktifitas pariwisata di Indonesia sekarang sedang meningkat, tentunya untuk aktifitas wisata yang menggunakan perjalanan darat dapat menggunakan fasilitas transportasi yang aman.
“Tidak hanya sarananya saja yang diperhatikan. Tetapi pengemudi juga kompeten atau profesional. Pengemudi yang profesional tentunya didapat setelah mendapatkan pendidikan dan pelatihan pengemudi yang diselenggarakan oleh lembaga yang mendapat izin dan terakreditasi dari Pemerintah sesuai Pasal 78 UU LLAJ,” katanya.
Selain itu, waktu mengemudi juga harus dibatasi. Sesuai UU LLAJ Nomor 22 Tahun 2019 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan, waktu kerja bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum paling lama delapan jam setiap hari. “Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum setelah mengemudikan kendaraan selama empat jam berturut-turut wajib beristirahat paling singkat setengah jam sesuai Pasal 90,” katanya.
Di sisi lain, pengemudi adalah manusia yang tentunya akan mengalami kelelahan dan perlu tempat istirahat yang memadai. Kementerian Pariwisata hendaknya sangat berperan untuk membuat aturan, bahwa setiap hotel, penginapan dan objek wisata dapat menyediakan tempat istirahat pengemudi bus wisata yang memadai.
“Pengemudi jangan dibiarkan beristirahat di ruang bagasi bus yang tidak menyehatkan,” katanya.
Sayangnya hingga kini, Kementerian Pariwisata kurang mendukung rekomendasi yang diberikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) beberapa waktu lalu. “Jika banyak kecelakaan yang disebabkan pengemudi mengantuk akibat kelelahan di perjalanan, bisa jadi preseden buruk pengembangan pariwisata di Indonesia,” katanya.
Hal yang lebih penting bagi masyarakat umum adalah adanya pendidikan budaya bertransportasi di jalan raya. Di Indonesia dapat diselenggarakan mulai tingkat TK hingga SMU. “Oleh sebab itu, peran Kementerian Pendidikan Nasional dapat memasukkan dalam kurikulum sekolah. Sebab, bangsa yang beradab, salah satunya dapat dilihat dari perilaku masyarakatnya berlalu lintas di jalan raya. Lalu lintas yang tertib dan lancar menuju bangsa yang beradab. Indonesia harus memulainya sejak sekarang,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto