in

Perlakukan Buku Seperti Mempelai Perempuan

Berhasil saya terapkan pada buku-buku non-fiksi yang semula tidak bisa saya pahami.

Beberapa buku besar, membutuhkan cara baca khusus. Buku Being and Time Heidegger, buku Muqadimah Ibn Khaldun, buku Birth of Tragedy Nietzsche, buku Kapital Karl Marx, buku Meditation Descartes, dll. — memerlukan pendekatan khusus untuk membacanya. Saya harus menyepi, membuat skema, dan membaca banyak sekali catatan, agar mendapatkan pemahaman.

Hasilnya, saya menyusun sendiri daftar-periksa yang bisa saya pakai untuk membaca buku non-fiksi, bagaimana meringkas buku, dan menuliskan kritik atas teori-teori besar itu.

Salah satu baris dari panduan yang saya buat, tertulis: “Perlakukan buku seperti mempelai perempuan”. Tips ini terinspirasi dari salah satu baris puisi Jalaluddin Rumi.

Saya uraikan di sini, bagaimana artinya “memperlakukan buku seperti mempelai perempuan”.

Bukan menjadikan buku sebagai perempuan. Tidak. Hanya tentang cara mendekati. Karena buku berasal dari pikiran seorang manusia, maka perlakukan secara manusiawi.

Kamu perlu bertanya, “Bagaimana buku ini bisa memperbaiki cara-pandang saya dari masa lalu?”. “Bagaimana buku ini bisa memecahkan masalah yang ini?”.

Pertanyaan di atas, sangat layak kamu tanyakan sebelum jatuh cinta kepada seorang perempuan. Kalau menurutmu buruk dan nggak baik bagi masa depan, tinggalkan saja.

Memperoleh informasi, tidak sama dengan belajar. Sebagus apapun bacaan kamu. Dan belajar tidak harus dengan cara membaca buku.

Sebuah buku, seperti mempelai perempuan.

Tidak jarang, kamu berkenalan karena suatu getaran, yang entah kenapa kamu ingin berkenalan dengan perempuan ini. Ikuti saja, asalkan itu getaran. Bukan karena iklan, bukan menurut orang lain bahwa dia cantik dan menarik.

Sekalipun kamu sudah kenal sangat dekat, bukan berarti kamu memahami dia seutuhnya. Tidak. Sebuah buku, seorang manusia, tidak bisa diringkas, tidak bisa diterjemahkan, hanya sekali. Setiap kali kamu membacanya, sama seperti setiap kali kamu kenal lebih dekat seseorang. Selalu ada sisi lain yang membuatmu merasa belum mengerti. Seperti itulah paradoks dalam belajar, “Kamu tidak tahu karena kamu tahu”. Tidak ada titik finish.

Dulu sekali, kamu ingin mengenal gadis itu. Tidak tahu, apa sebenarnya yang membuat kamu jatuh cinta. Mungkin kamu suka penampilan, aroma harum, atau warna yang cantik. Ini seperti ketika kamu melihat penampilan cover. Sah saja kalau kamu menilai buku dari cover. Kamu ingin membuka, namun kamu harus punya waktu luang khusus.

Kamu sudah membeli buku. Atau ini sama dengan “berkenalan” dengan perempuan yang kamu suka. Kamu sudah memiliki buku itu, namun ketika membuka, banyak kata yang belum kamu pahami. “Apa mau kamu? Mengapa kamu menjengkelkan aku?”. Ternyata, yang harus kamu pahami bukan lagi apa yang ia katakan. Ia membutuhkan perlakuan khusus. Dalam praktik membaca buku, ternyata membaca tidak semudah membaca. “Membaca” ternyata berarti memahami. Kata per kata, maksud penulisnya (dan maksud penulis tidak selalu “benar”), dst. Melihat konteks bacaan, tidak kalah pentingnya. Seperti apa latar belakang di balik buku itu.

Perempuan ini, memiliki orang tua, memiliki masa lalu, memiliki keinginan untuk bertualang. Apakah kamu bisa membuatnya bahagia selamanya? Sekarang, yang kamu dekati tidak lagi dirinya saja. Kamu datang ke rumahnya. Tetangganya memeriksa siapa kamu. Orang tuanya bertanya, apakah kamu serius?

Perempuan yang kamu cintai, bersembunyi di kamar. Ia tahu kamu datang, namun ia tidak sepenuhnya membela kamu. Sampai akhirnya kamu menentukan moment khusus untuk meminang dirinya. Dengan segala macam usaha, akhirnya hari bahagia itu datang. Semua orang memberikan ucapan “Selamat..”.

Kamu tidak terlalu pedulikan itu. Kamu membayangkan malam pertama. Kamu berdua dengannya.

Apa yang kamu duga tentang dirinya, ternyata hanya 1%. Apa yang orang lain ketahui tentang dia, tidak ada apa-apanya, dibandingkan dengan apa yang ia buka untukmu. Kamu tahu detail dirinya. Kamu berada dalam moment yang telah disiapkan alam raya, hanya untukmu.

Ketika kamu membuka buku, ada banyak perangkat berpikir yang harus kamu siapkan, agar mudah memahami buku ini.

Logika. Bias berpikir. Kesalahan berlogika. Mencari kalimat utama. Menemukan “jawaban” dari masalah yang saya tanyakan dalam hati. Teknik membaca skimming dan scanning. Ini adalah periode memfilter “siapa” gadis ini, bagaimana “latar belakang” gadis ini, dan bagaimana saya bisa memahami apa maunya.

Ingat selalu, kamu ingin lebih baik. Kamu ingin buku ini memberikan jawaban, memberikan perspektif, yang membuatmu akan lebih-baik dibandingkan dirimu di masa lalu.

Baca dengan tujuan. Yang paling mudah adalah “mencari jawaban”: “Buku ini punya jawaban apa atas pertanyaan saya?”.

Biaya peluang akan tinggi jika kamu membaca “tanpa” tujuan.

Jangan menghakimi buku dengan pikiranmu sekarang. Bersikaplah terbuka. Jadilah pribadi yang “tumbuh”, berpikiran terbuka, karena belum tentu apa yang kamu percaya “sekarang” itu selalu benar.

Jangan sembarangan memilih buku. Tidak semua kata iklan dari penerbit itu sesuai kenyataan. Tulisan “best sellers” belum jaminan kalau buku itu bagus. Testimoni dari para ahli hanyalah iklan.

“Yang penting, senang dulu, cinta dulu.” itu saran terbodoh dalam membaca buku. Tidak. Cinta pada suatu buku dibentuk dengan pengetahuan. Tipsnya mudah: kalau tidak tahu, pelajari lebih dalam. Baru tentukan perasaan, suka atau tidak. Kalau belum mengerti sudah diminta untuk cinta begitu saja, itu namanya perjodohan yang memaksa.

Belajar pelan-pelan dan konsisten, maka perasaan suka dan kecepatan memahami, akan datang dengan sendirinya.

Setiap kali kamu akan menyukai sebuah buku, perlakukan ia seperti ketika kamu mendekati seseorang yang kamu cinta. [dm]