in

Buruh Semarang Tegaskan Tolak Omnibus Law Tanpa Kompromi

SEMARANG (jatengtoday.com) – Kalangan buruh di Kota Semarang terus menggelorakan penolakan RUU Omnibus Law. Produk hukum “sapu jagat” yang diadopsi dari Amerika Serikat tersebut dinilai mengancam nasib para buruh. Pemerintah dinilai memberikan “karpet merah” kepada investor tanpa memperhatikan dampak yang mengikutinya.

RUU Omnibus Law memiliki jumlah 1.028 lembar, 11 kluster pembahasan dan 1.200 pasal. Sedikitnya ada 79 Undang-Undang (UU) yang bakal diubah, sebagian dilakukan penghapusan.

“Omnibus Law melanggar UUD 1945 dan Pancasila, serta mendegradasi UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003. Makanya harus ditolak dan tidak ada kompromi. Apabila sampai disahkan, sama halnya negara memperbudak rakyatnya sendiri,” ungkap Ketua FSP Kahutindo Jawa Tengah, Deny Andrianto, Jumat (28/2/2020).

Senada, Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional Jawa Tengah Sutarjo, menilai RUU Omnibus Law ini cacat hukum. “Semestinya DPR RI menolak draf tersebut dan mengembalikannya kepada pemerintah. Bukannya ikut-ikutan berbuat salah,” katanya.

Menurut dia, Omnibus Law ini memuat perubahan UU yang sangat merugikan kaum buruh. Tentu saja apabila ditetapkan akan berdampak besar merugikan rakyat Indonesia secara keseluruhan.

“Kami akan terus melakukan konsolidasi antar elemen masyarakat. Buruh, tani, nelayan, mahasiswa dan elemen lainnya harus bersatu padu untuk melakukan gerakan penolakan terhadap Omnibus Law. Buruh Indonesia hingga anak cucu agar terselamatkan dari penindasan dan perbudakan,” tegasnya.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas Bumi dan Umum (FSP KEP) Jawa Tengah, Ahmad Zainuddin mengatakan, dengan dalih mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, justru dalam praktiknya, Omnibus Law memunculkan produk hukum yang merugikan buruh.

“Pemerintah atas desakan pengusaha akan mengurangi hak pesangon, adanya upah di bawah UMK untuk padat karya (sektor garmen), jam kerja akan dibuat fleksibel (upah didasarkan jam kerja), kontrak dan outsourcing dipermudah/diperluas, penghilangan jaminan sosial, tenaga kerja asing dipermudah,” katanya.

Tidak hanya itu, sanksi pidana bagi pengusaha nakal juga akan dihapus, penghilangan label halal pada produk makanan, akan masuk ke dalam Omnibus Law. “Mengingat yang duduk di DPR RI banyak pengusaha, dapat dipastikan tidak akan adil dalam merealisasikan kepentingan para pihak dan akan memihak kepada kemauan pengusaha,” katanya.

Menurut dia, pemerintah Jokowi yang ingin mengusung konsep Omnibus Law ini merupakan kesalahan fatal. Ini menjadi bukti pelepasan tanggung jawab negara atas nasib rakyat.

“Melalui kebijakan seperti ini sama saja merupakan penindasan negara terhadap rakyat secara masif, sistematis dan terstruktur. Sebab, berdampak luas pada buruh dan rakyat di seluruh Indonesia,” katanya.

Pihaknya mendesak pemerintah agar membatalkan rencana pembuatan Omnibus Law dan memperbaiki kualitas regulasi ketenagakerjaan yang sudah ada. “Karena jika Omnibus Law jadi disahkan sama halnya negara melegalkan perbudakan rakyatnya sendiri,” tegas dia. (*)

editor : tri wuryono