SEMARANG (jatengtoday.com) – Lagi-lagi, Rapat Paripurna ke-23 masa sidang V 2021-2022 yang dilakukan di Gedung DPR Senayan pada Selasa, 24 Mei 2022 lalu, memantik polemik.
Pemerintah bersama dengan DPR RI ‘diam-diam’ merevisi Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) dan telah resmi disahkan dalam waktu yang cukup singkat. Hampir di seluruh kota besar di Indonesia, para buruh turun ke jalan, Rabu (15/6/2022).
Para buruh di Kota Semarang menduga adanya indikasi bahwa ada pihak-pihak yang bersekongkol untuk mempertahankan UU Cipta Kerja (Omnibus Law), meskipun UU ini telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Masih saja ada upaya-upaya untuk tetap mempertahankan UU Omnibus Law oleh Pemerintah dan DPR RI. Menurut kami, cara pemerintah dan DPR seperti ini sangat licik dan arogan,” tegas Sekretaris Perwakilan Daerah (Perda) Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah, Aulia Hakim.
Alih alih untuk merevisi UU Cipta Kerja, lanjutnya, mereka malah merevisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai jalan pintas untuk melegitimasi UU tersebut.
“Ini hal yang sangat tidak patut untuk dilakukan oleh pejabat pemerintahan dan wakil rakyat. Sama artinya, mereka bersekongkol untuk mengkhianati rakyat yang memilihnya,” katanya.
Aulia menegaskan, bahkan sudah jelas dalam amar putusan MK, tidak ada satu pun butir menyebutkan untuk merevisi UU PPP. “MK sudah menyatakan pembuatan Omnibus Law UU Cipta Kerja tidak menggunakan asas keterbukaan dan tidak memberikan ruang partisipasi kepada masyarakat secara maksimal,” tegasnya.
Dia juga mempertanyakan, mengapa merevisi UU PPP hanya dilakukan secara cepat dan dan terkesan diam-diam. Bahkan dilakukan hanya dalam kurun waktu beberapa jam saja.
“Sedangkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang telah 18 tahun terkatung-katung tidak kunjung disahkan. Tetapi berkaitan Omnibus Law UU Cipta Kerja dilakukan secepat itu kemudian disahkan,” katanya.
Masih banyak pula persoalan kebijakan lain yang apabila dijalankan justru mengancam rakyat kecil. “Misalnya liberalisasi pertanian yang saat ini masih dibahas di WTO. Kebijakan ini hanya akan mempermudah ekspor impor pertanian yang merugikan petani. Maka dari itu, kami menolak Indonesia terlibat dalam liberalisasi pertanian,” tegasnya.
Rakyat kecil termasuk buruh, lanjut dia, selalu menjadi tertindas secara sistem. Bahkan rakyat kecil pula babak menjadi bulan-bulanan para pengusaha hitam dan oligarki. “Para pelaku oligarki mengendalikan melalui orang-orang di pemerintahan dan anggota dewan di Senayan untuk mengubah Undang-Undang sesuai kepentingan bisnisnya,”
BACA JUGA: Omnibus Law Dianggap Jalan Mulus Bagi Investor, Malapetaka Bagi Rakyat
Hingga saat ini, masih kata Aulia, tidak henti-hentinya pemerintah bersama DPR membuat kebijakan yang menyebabkan rakyat kecil dan kaum buruh tertindas. “Berpihak kepada oligarki, tapi mereka mengatasnamakan rakyat,” katanya.
Maka dari itu, KSPI menolak Revisi UU P3 (Pembentukan Peraturan Perundang Undangan) dan tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja biang malapetaka. “Tolak masa Kampanye Pemilu 75 hari dan kembali keaturan UU 9 bulan. Sahkan RUU PPRT (Perlindungan Pekerja Rumah Tangga) dan tolak liberalisasi pertanian melalui WTO,” tegasnya.
BACA JUGA: Omnibus Law Tetap Jalan, Buruh Siap Melawan
Selain itu, pihaknya juga menolak Perda Ketenagakerjaan Jawa Tengah dibuat berdasarkan UU Cipta Kerja. “Cabut SK Gub Jateng tentang UMK di 35 kab/kota di Jateng yang dibuat berdasarkan UU Cipta Kerja,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Ketua Exco Partai Buruh Jawa Tengah ini. (*)