in

Bukan Mobil Tahanan, Terpidana Kasus Penggelapan Ini Dieksekusi Pakai Mobil Dinas Kejari

“Kalau memang proses eksekusinya menggunakan mobil Avanza, jelas ada perlakuan istimewa, mengingat kebanyakan dengan mobil tahanan,”

SEMARANG (jatengtoday.com) – Terpidana kasus penggelapan voucher belanja Rp 33,594 juta milik PT Hartono Raya Motor akhirnya dieksekusi. Eksekusi dilakukan setelah upaya banding di Pengadilan Tinggi (PT) Jateng kandas.

Narapidana Eks Manager Finance PT Hartono Raya Motor Semarang, Yuniati Kwik Binti Indro Istanto (42) tersebut merupakan warga Jalan Bintoro Raya nomor 19-C, Kelurahan Pandean Lamper, Gayamsari, Semarang. Adapun jaksa yang menangani perkaranya adalah Darwin Situmeang.

Namun, eksekusi dilakukan tidak dengan menggunakan mobil tahanan, melainkan mobil dinas Kejari Kota Semarang jenis Toyota Avanza.

Kepala Kejari Kota Semarang, Dwi Samudji, melalui Kasi Tipidum, Bambang Rudi Hartoko, mengakui proses eksekusi tersebut dilakukan. Terpidana Yuniati Kwik akan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Klas II Bulu Semarang.

Ia mengatakan perkara penggelapan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (Inchrach) di tingkat banding. Namun, ia menampik jika proses eksekusi dilakukan dengan cara istimewa.

“Ngapain tahanan demikian saja diistimewakan. Semua kita perlakukan sama, jadi ndak ada yang diistimewakan. Percaya saja sama kami,” ujar Rudi saat diwawancarai, Senin (25/3/2019).

Disamping itu, Kepala LPP Klas II Semarang, Asriati Kerstiani, mengakui adanya penempatan penahanan terhadap Yuniati Kwik. Dikatakannya, saat ini kondisi yang bersangkutan sehat dan selanjutnya akan menjalani masa pengenalan lingkungan selama satu minggu, sebagaimana aturan yang ada.

Terpisah, Kordinator Komunitas Peduli Hukum (KPH) Semarang, Mardha Ferry Yanwar, menyebutkan, kalau memang proses eksekusinya menggunakan jenis mobil Avanza jelas ada perlakuan istimewa. Mengingat sepengetahuannya, namanya tahanan kebanyakan dieksekusi menggunakan mobil tahanan.

Apalagi, lanjutnya, kalau dibandingkan antara kasus Yuniati dengan kasus Dody Kristyanto, jelas sekali perlakuan keistimewaanya. Ia menyayangkan, sudah terpidana saja diperlakukan istimewa, berbeda dengan Dody masih status tersangka saja digelandang menggunakan mobil tahanan.

“Kesalahannya terletak pada proses eksekusi yang tidak adil, kalau melihat dua kasus itu. Seharusnya proses eksekusi semua dianggap sama, kalau gunakan mobil tahanan, maka sudah sepantasnya semua tahanan dieksekusi sama, begitu pula penggunaan rompi tahanan dan tempat penahanan, maupun borgol tangan,”tandasnya.

Ada pun perkara tersebut, disidangkan pertama kali didaftarkan pada 4 Oktober, sidang perdana 11 Oktober, tuntutan 13 November, kemudian putusan tingkat pertama Pengadilan Negeri (PN) Semarang pada 12 Desember, selanjutnya pernyataan banding 17 Desember di tahun 2018.

Selama sidang berlangsung, statusnya adalah tahanan kota. Sedangkan putusan banding dibacakan pada 19 Februari 2019, sebagaimana nomor perkara banding: 39/PID/2019/PT SMG.

Dalam amar putusan banding majelis hakim PT Jateng yang dipimpin Hesmu Purwanto, didampingi dua hakim anggota, Yohannes Sugiwidarto dan Alfred Panggala Batara Randa, dicatat panitera pengganti Nurhidayat, memutuskan, mengadili menerima permintaan banding dari terdakwa.

Kemudian memperbaiki putusan PN Semarang tanggal 12 Desember 2018 mengenai pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa. Sehingga amar selengkapnya berbunyi, menyatakan bahwa terdakwa Yuniati Kwik telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan yang dilakukan karena hubungan kerja dan dilakukan secara berlanjut. (*)

editor : ricky fitriyanto