in ,

Buah Manis Kolaborasi Wujudkan 80 Hektare Hutan Mangrove di Pesisir Semarang

Hutan mangrove ini tidak terwujud secara tiba-tiba, melainkan ada proses panjang yang melibatkan banyak pihak.

Hutan mangrove terbentang di pesisir Kecamatan Tugu, Kota Semarang. (istimewa)
Hutan mangrove terbentang di pesisir Kecamatan Tugu, Kota Semarang. (istimewa)

SEMARANG (jatengtoday.com) — Kota Semarang, Jawa Tengah memiliki ekosistem mangrove yang cukup luas. Di kawasan pesisir ujung barat kota ini terdapat hutan mangrove seluas kurang lebih 80 hektare.

Hutan mangrove itu tidak terwujud secara tiba-tiba, melainkan ada proses panjang yang melibatkan banyak pihak.

Mahasiswa Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Muhammad Miftahul Mubin mengaku bangga pernah terlibat dalam aksi penanaman mangrove di pesisir Semarang.

Mubin tak menyangka ternyata aksi kecilnya bersama pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) UIN, turut andil mewujudkan puluhan hektare hutan yang berisi pohon pelindung daratan.

“Intinya seneng bisa ikut membersamai terwujudnya hutan mangrove. Saya rasa ini berkat kolaborasi dan ini harus dilanjutkan,” ujar pria berusia 20 tahun itu kepada jatengtoday.com, Sabtu (30/11/2024).

M Asyrof Naf’il Aufari dari komunitas Progresif Foundation juga kerap terlibat dalam aksi hijau penanaman pohon di pesisir Semarang. Ia menilai aksinya merupakan langkah kecil yang harapannya bisa berdampak besar.

Pemuda yang sedang menempuh jenjang magister di Universitas Diponegoro ini berpendapat, menanam mangrove merupakan salah satu upaya pelestarian lingkungan.

“Menanam bibit sama dengan menanam harapan untuk ekosistem laut yang lebih sehat, menyediakan tempat berlindung bagi berbagai spesies, dan menjaga keseimbangan ekosistem,” ucap Asyrof.

Ia berharap kelak hutan mangrove di pesisir Semarang semakin luas. Asyrof juga berkomitmen terus mengajak berbagai pihak untuk berkolaborasi menanam tumbuhan pelindung pesisir.

 

Generasi muda sedang menanam mangrove dalam kegiatan yang diinisiasi Koalisi Indonesia Hijau Indonesia (Kophi) Jawa Tengah. (istimewa)

 

Tiga Bok M Hutan Mangrove

Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip), Prof. Sudharto P Hadi yang juga pakar lingkungan menyebut hutan mangrove seluas 80 hektare di pesisir barat Kota Semarang sebagai “Tiga Blok M”.

Hutan mangrove itu membentang di pesisir Kelurahan Mangkang Kulon, Mangunharjo, dan Kelurahan Mangkang Wetan. Tiga kelurahan berawalan huruf “M” itulah yang menjadi inspirasi penamaan Tiga Blok M.

Secara geografis, tiga kelurahan tersebut masuk dalam lingkup Kecamatan Tugu, Kota Semarang, salah satu kelurahan itu berbatasan langsung dengan Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.

“Hutan mangrove seluas 80 hektare ini di dalamnya terdapat sekitar 27 spesies mangrove,” ujarnya saat mengisi acara di pesisir Semarang, Rabu (24/7/2024).

Luasan hutan mangrove di Kecamatan Tugu merupakan yang terluas di banding mangrove di kecamatan lain sebagaimana data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang.

Data dinas tersebut menunjukkan, pada tahun 2021, luas total kawasan mangrove di Kota Semarang mencapai 169,91 hektare, sebagian besar berada di wilayah Tugu.

Pada 2023, tim Kelompok Advokasi Pesisir dari Universitas Sultan Agung (Unissula) Semarang dan WALHI Jawa Tengah menyurvei luasan mangrove.

Tim tersebut melaporkan, luasan mangrove di Kota Semarang mencapai 111,06 hektare. Terdiri dari hutan mangrove di Kecamatan Tugu 62,32 hektare, Semarang Barat 11,08 hektare, Semarang Utara 2,86 hektare, dan Genuk 34,80 hektare.

Dari segi total luasan mangrove, data hasil survei tersebut justru mengalami penurunan dibanding dengan data DLH Kota Semarang. Namun, kedua data menunjukkan bahwa kawasan mangrove terluas berada di Kecamatan Tugu.

 

Mahsiswa dari berbagai kampus bersama BLDF menanam mangrove di pesisir Mangkang Wetan, Semarang. (baihaqi/jatengtoday.com)
Mahsiswa dari berbagai kampus bersama BLDF menanam mangrove di pesisir Mangkang Wetan, Semarang. (baihaqi/jatengtoday.com)


Hutan Terbentuk Secara Bertahap

Doktor Ilmu Lingkungan, Sudharto mengatakan, terbentuknya hutan mangrove di Kecamatan Tugu tidak bisa terlepas dari peran inisiasi Sururi–warga setempat yang tahun 2024 ini mendapat penghargaan Kalpataru pada kategori Perintis Lingkungan.

“Apa yang dilakukan Pak Sururi menjadi rujukan orang yang mau belajar menanam dan merawat mangrove,” jelas mantan Rektor Undip itu.

Sururi bercerita, mangrove sebenarnya dapat tumbuh alami, tetapi tingkat harapan hidupnya rendah karena pengaruh pasang-surut air laut. Oleh karena itu, peran manusia dibutuhkan.

Ia yang mendapat julukan “Kiai Mangrove” tersebut menginisiasi membentuk hutan mangrove di pesisir Semarang secara bertahap.

Awalnya fokus menanam dan mengarahkan penanaman di pesisir Mangkang Kulon, kemudian di pesisir Mangunharjo, dan kini sedang proses menanam dan merawat hutan mangrove di Mangkang Wetan.

Sururi mulai melestarikan mangrove untuk menjaga kampungnya dari ancaman abrasi sejak 1995. Pada 1997 upayanya lebih terarah karena mendapat pendampingan dari pakar lingkungan Undip, Sudharto.

Pelestarian mangrove oleh Sururi semakin massif ketika mendapat dukungan dari Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) pada 2007 silam. “Tahun 2007 saya lebih stabil karena jadi mitra BLDF,” ungkapnya.

Sururi sebagai petani mangrove menyediakan kebutuhan bibit mangrove yang akan dibeli dan ditanam BLDF di berbagai lokasi, termasuk di pesisir Semarang. Dalam setahun, Sururi mampu menyediakan 75.000 bibit.

Pada Rabu (24/7/2024), BLDF membawa rombongan puluhan mahasiswa dari berbagai kampus menanam 3.000 bibit mangrove jenis Rizhophora di Mangkang Wetan. Sururi mendampingi penanaman tersebut.

Kata dia, budidaya mangrove tidak cukup hanya menanam bibit atau menebar benih. Sehingga, setelahnya ia bersama petani lain di kampungnya melakukan perawatan sampai mangrove benar-benar hidup.

Director Communications BLDF, Mutiara Diah Asmara mengatakan, BLDF mendukung upaya Sururi melestarikan mangrove karena manfaat mangrove luar biasa, terutama dalam penyerapan emisi karbon.

Ia menjelaskan, BLDF telah menyumbang sedikitnya 1,1 juta pohon mangrove di berbagai lokasi dengan penanaman yang melibatkan 10.000 mahasiswa dari 250 kampus.

 

Petani mangrove, Sururi sedang menunjukkan bibit mangrove yang hampir siap tanam. (baihaqi/jatengtoday.com)
Petani mangrove, Sururi sedang menunjukkan bibit mangrove yang hampir siap tanam. (baihaqi/jatengtoday.com)


Hutan Mangrove Datangkan Manfaat


Keberadaan hutan mangrove di pesisir Semarang mendatangkan berbagai manfaat, baik dampak ekologis maupun dampak ekonomi yang dapat dirasakan masyarakat.

Hutan mangrove mengakselerasi upaya pemerintah mengurangi emisi karbon. Prof Sudharto menyebut, hutan mangrove mampu menyerap karbon dari atmosfer hingga lima kali lebih banyak daripada hutan di daratan.

Tak hanya itu, hutan mangrove menjadikan area pesisir Semarang lebih tahan abrasi dan banjir rob. Jarak perkampungan dengan laut yang semula hanya 600 meter perlahan bertambah menjadi 1,4 kilometer.

Dengan tiadanya rob, tambak masyarakat juga menjadi lebih produktif. Hutan mangrove menjadi habitat kepiting, udang, ikan, juga burung kuntul perak sebagai fauna khas Semarang.

Sisi lain, kelompok masyarakat setempat ada yang membuat usaha berbagai produk turunan dari buah mangrove seperti pewarna alami untuk batik, hingga bahan makanan seperti sirop, bolu, dan lainnya.

Hutan mangrove di pesisir Kecamatan Tugu, Kota Semarang bisa dikembangkan menjadi ekowisata maupun eduwisata. Sehingga akan menambah perputaran ekonomi masyarakat setempat.

Pelestarian mangrove menjadi bentuk pembangunan berkelanjutan yang regeneratif. Mengutif pernyataan Prof Sudharto, pembangunan berkelanjutan itu menyembuhkan luka di bumi dan memberi manfaat bagi banyak orang.

Sejumlah instansi menanam 12.000 bibit mangrove di Pantai Mangunharjo Semarang, Selasa (26/7/2022). (istimewa)