in

BPJS Klaim Kebijakan Rujukan Berjenjang Tak Rugikan Rakyat

SEMARANG (jatengtoday.com) – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menanggapi keluhan yang disampaikan Asosiasi Rumah Sakit Daerah (Arsada) terkait pemberlakuan kebijakan rujukan berjenjang online.

Kebijakan tersebut dinilai merugikan rakyat karena tidak bisa menikmati pelayanan fasilitas rumah sakit umum daerah (RSUD). Pasien harus dirawat di rumah sakit tipe D dan C.

Deputi Direksi BPJS Kesehatan Jateng – DIY, Aris Jatmiko menegaskan ketentuan rujukan berjenjang adalah implementasi dari sejumlah Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).

Tujuannya adalah memudahkan masyarakat peserta BPJS mendapat layanan kesehatan tanpa mengurangi manfaatnya. Kebijakan tersebut juga melaksanakan Permenkes No 001 Tahun 2012 tentang sistem rujukan, Permenkes No 71 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, dan Permenkes No 28 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) – Kartu Indonesia Sehat (KIS).

“BPJS adalah lembaga publik yang langsung dibawah dan bertanggungjawab kepada presiden. BPJS Kesehatan diberikan amanah sesuai UU No 24 tahun 2011 tentang BPJS agar melaksanakan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN),” katanya, Selasa (2/10/2018).

Dikatakan Aris, sebetulnya BPJS tidak membuat kebijakan baru terkait rujukan berjenjang. Kebijakan tersebut menjadi mandat yang diberikan regulasi. BPJS kemudian membuat sistem rujukan berjenjang dengan memanfaatkan teknologi informasi.
“Justru dengan sistem rujukan berjenjang online, maka masyarakat peserta akan mudah dalam memanfaatkan program JKN – KIS,” katanya.

Melalui sistem rujukan online, lanjut dia, peserta tidak perlu membawa print out atau kertas rujukan. Hal itu juga untuk memastikan ketersediaan layanan yang diperlukan peserta. Lebih dari itu, bagi fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama akan dengan mudah merujuk ke faskes rujukan tingkat lanjut sesuai kebutuhan medis.

“Ini juga sebagai upaya menghemat biaya administrasi, yakni kertas, tinta,” katanya.

Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf memastikan bahwa sistem rujukan online sama sekali tak mengurangi manfaat yang diterima oleh peserta JKN-KIS. “Justru peserta akan mendapatkan pelayanan yang tepat dan berkualitas karena sesuai dengan kompetensi yang dimiliki pemberi pelayanan kesehatan,” ujarnya.

Pihaknya mengakui belakangan ini sering menerima pertanyaan perihal masalah atau beredarnya informasi bahwa pasien tidak dapat memilih rumah sakit karena telah ditentukan oleh aplikasi BPJS Kesehatan.

“Rujukan online diterapkan karena faktanya ada beberapa kondisi yang mendasari. Diantaranya: jumlah rumah sakit saat ini terbatas serta penyebarannya tidak merata,” katanya.

Selain itu, kompetensi setiap rumah sakit tidak sama. Misalnya jumlah dokter spesialis dan sarana prasarana tidak sama. Sementara tantangannya, program JKN-KIS harus memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta sesuai kebutuhan medis berdasarkan fasilitas kesehatan yang tersedia.

Dalam sistem rujukan online, lanjut dia, peserta akan dirujuk ke fasilitas kesehatan sesuai dengan kompetensi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Ia meminta masyarakat tidak perlu khawatir, karena dalam kasus tertentu bisa langsung ke dokter sub spesialis di rumah sakit di kelas yang lebih tinggi.

“Jadi rujukan tidak kaku, misalnya ada peserta yang membutuhkan pelayanan medis di rumah sakit yang kompetensinya lebih tinggi maka bisa dirujuk langsung ke rumah sakit kelas B atau bahkan kelas A,” imbuhnya.

Sebelumnya, Perkumpulan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah yang terhimpun dalam Asosiasi Rumah Sakit Daerah (Arsada) Seluruh Indonesia Provinsi Jawa Tengah, mengeluhkan sejumlah masalah yang diakibatkan oleh penerapan kebijakan rujukan berjenjang secara online oleh BPJS.

Dengan diberlakukan aturan rujukan online BPJS, maka semua rujukan penyakit dalam diarahkan ke RS tipe D hingga maksimal, baru kemudian ke tipe C. Spesialis penyakit dalam di RS tipe B tidak akan menerima pasien, kecuali ke subspesialis metabolik endokrin dan Ginjal Hipertensi.

Para pengelola rumah sakit besar juga khawatir bahwa aturan rujukan online BPJS ini diperkirakan akan mengakibatkan terjadinya penumpukan pasien di RS tipe C dan D, dan penumpukan pasien di klinik. Sedangkan pasien di RS tipe B dan A akan sangat berkurang drastis karena sudah dikerjakan di RS tipe yang lebih rendah.

Dampaknya, dokter spesialis di RS tipe tinggi akan banyak menganggur. Hal yang dimungkinkan terjadi adalah eksodus dokter dari RS besar ke RS kecil.

Klinik dan RS tipe D dan C akan kebanjiran pasien. Mereka akan bertahan dan tidak akan menaikkan kelasnya. Rumah sakit yang bisa bertahan adalah rumah sakit kecil, peralatan seserhana dan berbiaya murah. Sedangkan rumah sakit besar yang cenderung berbiaya besar akan rentan terjadi kolaps karena kehilangan pasien.

Sekretaris Arsada Seluruh Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Susi Herawati, mengatakan ada beberapa poin permasalahan terkait
pemberlakuan sistem rujukan online berbasis kompetensi dari BPJS Kesehatan.

“Pemberlakuan sistem rujukan online berbasis kompetensi dari BPJS Kesehatan, pada kenyataannya dilaksanakan berdasarkan kelas rumah sakit dan bukan berdasarkan kompetensi dan jarak,” kata Susi.

Kondisi ini menyebabkan RSUD tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara maksimal. Sementara Pemerintah telah memenuhi sarana dan prasarana RSUD sesuai kebutuhan masyarakat.

“Sehingga investasi yang telah difasilitasi oleh pemerintah tersebut tidak sesuai tujuan yang diharapkan,” katanya.

Dikatakannya, banyak keluhan masyarakat peserta BPJS Kesehatan yang disampaikan kepada petugas RSUD. Sebab mereka merasa dipersulit dalam mendapatkan akses pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat lanjut terutama RSUD tipe B.

“Permasalahan ini sangat merugikan masyarakat karena tidak dapat menggunakan haknya sebagai peserta JKN-KIS dengan optimal sesuai hak yang seharusnya diterima,” ungkapnya.

Selain itu, menurut dia, kebijakan tentang sistem rujukan online BPJS Kesehatan tersebut menyebabkan RSUD dapat menciptakan inovasi pelayanan kesehatan yang lebih baik dan bermutu secara kompetitif karena tidak ada rangsangan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

“Masyarakat tidak mendapatkan keadilan dan merasa diperlakukan secara diskriminatif dengan pemberlakuan sistem rujukan online BPJS Kesehatan karena tidak dapat memilih rumah sakit yang diinginkan,” tegasnya.

Atas permasalahan itu, pihaknya menyatakan akan mengirimkan surat kepada Presiden RI Joko Widodo. “Kami memohon kepada bapak Presiden Republik Indonesia sebagai bapak rakyat seluruh Indonesia untuk dapat mempertimbangkan. Tentunya dengan mengedepankan kepentingan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan secara berkualitas,” tuturnya. (*)

editor : ricky fitriyanto

Abdul Mughis