SEMARANG (jatengtoday.com) – Selama tiga hari, 31 Agustus sampai 2 September 2018, Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang bergeliat. Berbagai acara dihelat.
Mulai seni rupa, industri kreatif, konser musik, pentas teater, bursa tosan aji, pemutaran film, workshop karikatur, dialog budaya, baca puisi, parade tari, guyub komunitas, fotografi hingga parade seni anak.
Agenda rutin tahunan yang diselenggarakan Dewan Kesenian Semarang (Dekase) tersebut diberi titel Pazaar Seni #5. Berbagai komunitas kesenian hadir dalam kesempatan tersebut sebagai eksistensi yang mewarnai iklim kesenian di Kota Semarang.
“Saya senang, Semarang memiliki kegiatan rutin tahunan seperti Pazaar Seni ini. Pameran lukisannya sangat meninginspirasi,” kata salah satu pengunjung, Nur Ilma Hayati (23), warga Kudus yang mengaku tinggal di Kota Semarang, Minggu (2/8/2018).
Ia bersama teman-temannya sengaja datang ke Pazaar Seni sekadar untuk refreshing. “Jalan-jalan saja sih, sembari belajar. Siapa tahu mendapat inspirasi. Bosan lihat hiburan pop. Pameran kesenian tradisional, teater, seni rupa lebih unik,” katanya.
Ia mengaku tertarik melihat karya seni rupa yang merupakan hasil tangan dingin para seniman lukis. “Hanya bisa melihat, karena harganya terbilang sangat mahal untuk ukuran saya. Saya lihat, lukisan termahal di Pazaar Seni #5 ini Rp 20 juta. Tentu ini hanya orang yang duitnya berlimpah saja yang mau beli lukisan,” katanya.
Salah satunya adalah lukisan berjudul “Makepung” karya W. Sanjaya dibanderol Rp 20 juta. Dalam lukisan itu terlihat lelaki tua perkasa menguasai arena pacuan karapan sapi. Para penonton tampak takjub.
Begitupun lukisan kaligrafi yang tampil elegan karya Antock Adi Krisdiyanto, berjudul Sholawat Nariyah dibanderol Rp 17 juta. Sedangkan lukisan berjudul “Perdamaian 2” karya Setyo Utomo Harjo Sudiro dihargai Rp 9 juta, “Nyanyian Alam” miliki Totok Nuryanto seharga Rp 9 juta, serta “Guru Bangsa” yang menampilkan sosok Gus Dur karya S Hartono Rp 6 juta.
Tidak hanya karya perupa senior, dalam pameran lukisan tersebut juga menampilkan hasil karya lukisan generasi muda yang pernah menyabet juara International.
Di antaranya karya Hannani, siswa SMPN 17 Semarang yang pernah penghargaan Student Group Bronze Award Of The 12th International Environment Protection Comics Ilustrator Contest Announced 2017 di China.
Karya Edo, siswa SMPN 17, peraih Bronze Prize Student Section Of 16th Freecartoonsweb International Cartoonet Festival 2017 di China.
Serta karya Rahma SMPN 17, peraih Bronze Prize (Student Section) on Shanghai ‘Better Internet, Better City’ International Humor Cartoon Exhibition 2017 di China. “Karya-karya yang memancing untuk didiskusikan dari berbagai sudut pandang,” kata Ilma.
Sementara pengunjung lain, Zaenudin (37) mengungkapkan hal serupa. “Saya senang ada kegiatan Pazaar Seni. Tetapi menurut saya, event seperti ini perlu ditangani lebih serius. Saya melihat seharusnya banyak materi yang bisa dieksplor dan kembangkan di Kota Semarang. Tapi yang terlihat di sini terkesan hanya itu-itu saja,” katanya.
Menurut dia, masih kurang sesuai dengan konsep yang diusung ‘Pazaar Seni’. “Saya orang awam membayangkan Pazaar Seni adalah pasar yang dagangannya berbagai produknya kesenian di Semarang. Pasarnya mana, seninya mana, saya melihat belum tereksplor maksimal,” katanya.
Selain itu, menurut dia, kesenian idealnya tidak berhenti atau selesai di kegiatan. Hal yang tidak kalah penting, kata dia, tentu saja adalah edukasi. “Di mana sih masyarakat bisa belajar menari, melukis, teater, membatik, belajar musik tradisional, belajar Bahasa Jawa, dan seterusnya. Ini yang saya rasa perlu dihidupkan. Dekase sepertinya juga memiliki peran itu, agar lebih memudahkan masyarakat untuk turut menjaga tradisi budaya sehari-hari. Bukan sekadar selesai di event, saya kira itu,” katanya.
Ketua Dekase Handry TM, mengatakan secara historis, Kota Semarang tidak memiliki cerita perihal kesenian. “Semarang hanya menjadi kota transit. Banyak orang yang ingin berkunjung dan berkesenian di sini. Kegiatan Pazaar Seni adalah salah satu upaya menarik kunjungan publik. Tentunya jika ke depan dilanjutkan akan lebih baik,” katanya.
Dekase, kata dia, berupaya memberikan ruang kepada para seniman dan budayawan di Kota Semarang, untuk terus berkembang serta berkreativitas. Selain itu juga membantu pemerintah untuk memetekakan dan mengembangkan kesenian di Kota Semarang. “Kami berharap melalui Pazaar Seni ini mampu terus berkrearivitas untuk pembangunan kesenian di Semarang,” katanya.
Sementara itu, Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi mengatakan, Pazaar Seni #5 ini memberikan ruang pelaku seni untuk mengapresiasi hasil karya.
Dengan mengusung tema Spirit Ki Narto Sabdo, Pazaar Seni berkonsep memfasilitasi para pelaku seni, misalnya perupa dengan masyarakat. “Saya terus mendorong kegiatan kreativitas seniman dan budayawan, bahkan tidak hanya melalui Pazaar Seni yang telah berjalan selama lima tahun terakhir ini. Tidak hanya itu, saya akan mendukung agenda kesenian seperti potensi seni tradisional di Kota Semarang,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto