in

Bertahun-tahun Polemik Pasar Rejomulyo Tak Tuntas, Bagaimana Pemkot?

SEMARANG (jatengtoday.com) – Pemkot Semarang sejak lama merencanakan pembangunan bekas lahan Pasar Rejomulyo atau “Pasar Kobong” untuk dijadikan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Pemkot juga telah membangun gedung baru yang berlokasi tak jauh dari Pasar Kobong sebagai Pasar Rejomulyo Baru. Namun sebagian pedagang grosir ikan basah menolak dipindah ke bangunan baru tersebut.

Alasannya, bangunan baru tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi pedagang grosir ikan basah, atau tidak cocok untuk operasional kerja pedagang grosir ikan basah. Pada saat proses pembangunan, pedagang merasa tidak pernah dilibatkan.

Bahkan masalah ini menjadi polemik panjang dan berlarut-larut. Pedagang yang merasa tergusur menggugat Pemkot yang dinilai tidak adil. Bergulirlah masalah ini ke pengadilan. Meski akhirnya pengadilan memenangkan Pemkot Semarang.

Tapi rupanya tidak berhenti di situ, pedagang mengajukan banding, bahkan hingga sekarang belum memiliki ketetapan hukum. Bahkan pihak pedagang sempat mengancam apabila tetap dipindah oleh Pemkot Semarang, pedagang akan hengkang dari Kota Semarang ke Demak. Apabila ini terjadi, Kota Semarang akan kehilangan aset pasar grosir ikan basah terbesar di Indonesia setelah Muara Angke, Jakarta.

Alhasil, rencana pembangunan RTH yang telah disusun oleh Pemkot Semarang mangkrak. Hingga sekarang polemik ini tak jelas penyelesaiannya.

Dinas Perdagangan Kota Semarang hingga sekarang belum berhasil memindah pedagang grosir ikan basah Pasar Rejomulyo tersebut. Bahkan pihak dinas mengancam akan memberikan kios di bangunan baru untuk pedagang lain yang bersedia menempati.

“Pemkot Semarang telah bersungguh-sungguh memberikan tempat yang layak bagi pedagang Pasar Rejomulyo. Niat baik ini justru disambut negatif. Bahkan pedagang ada yang menuntut (hukum),” kata Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang, Fajar Purwoto, Kamis (14/2/2019).

Dikatakannya, pembangunan Pasar Rejomulyo tersebut awalnya merupakan permintaan pedagang. Untuk merealiasasikannya, digulirkan anggaran pembangunan kurang lebih Rp 40 miliar.

“Namun setelah selesai dibangun, justru pedagang tidak mau menempati. Bahkan hingga sekarang pedagang tidak ada keputusan pasti,” katanya.

Fajar mengaku akan meminta kepastian kepada pedagang, dengan membuat surat perjanjian tertulis apakah mau menempati kios atau tidak. Jika memang tidak mau menempati, maka pihaknya akan menyerahkan kios tersebut untuk pedagang lain.

“Apabila para pedagang benar-benar tidak mau menempati lokasi baru, mereka kami harapkan membuat keterangan tertulis sebagai bukti,” katanya.

Hal itu, kata Fajar, perlu diberlakukan sehingga bangunan baru Pasar Rejomulyo bisa difungsikan untuk aktivitas pedagang lain.
“Tugas kami hanya memindah pedagang. Selain itu, pemerintah tidak mau dipermainkan seperti ini,” ujarnya.

Bahkan pihaknya mengaku kecewa karena beberapa kali pedagang diundang untuk berdialog terkait masalah ini, tidak ada satupun yang hadir. “Jangan sampai APBD terbuang sia-sia dalam pembangunan Pasar Rejomulyo baru ini,” katanya.

Sementara itu, Tim Advokasi Paguyuban Pedagang dan Jasa Pasar Rejomulyo Kota Semarang, Zaenal Abidin Petir mengatakan, sebetulnya bukan pedagang tidak mau pindah. Tetapi justru menyayangkan mengapa Pemkot Semarang tidak melibatkan pedagang saat merancang desain pasar baru tersebut. Sebab, desain saat ini sangat tidak memungkinkan untuk operasional pedagang grosir ikan basah.

“Bangunan baru tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi kebutuhan operasional pedagang. Misalnya luasan los pasar yang baru, jelas pedagang ikan basah membutuhkan tempat lebih luas. Akses truk untuk mengangkut ikan masuk ke dalam pasar, itu tidak dipikirkan oleh pemerintah,” katanya.

Maka dari itu, pedagang hingga sekarang tetap memilih di pasar lama. Pernah dicoba loading operasional bongkar muat ikan basah di bangunan baru, luasannya tidak memadai.

“Selain itu, kondisi selokan di bangunan pasar baru yang tidak dibuat sistem terbuka. Kondisi di pasar lama, saluran pembuangan dibuat terbuka. Maksudnya supaya mempermudah membersihkan dari kotoran ikan manakala selokan mampet,” katanya.

Selokan di bangunan baru ditutup rapat, hal itu sangat rentan terjadi penyumbatan. Desain pasar itu harus disesuaikan dengan kebutuhan pedagang ikan basah. Karena mempengaruhi kesegaran ikan basah itu sendiri. “Kami menyayangkan, dulu pedagang tidak dilibatkan dari awal saat mendesain pembangunan pasar,” katanya. (*)