SEMARANG (jatengtoday.com) – Di era digital saat musik bisa didengarkan lewat streaming, mencari kaset pita bukan hal yang mudah. Namun, benda langka tersebut masih bisa didapatkan di Rumah Makan (RM) Padang Jaya, Semarang. Lokasinya tak jauh dari Kota Lama.
Disitu ada koleksi kaset pita jadul yang bertumpuk-tumpuk. Media penyimpan data suara yang sempat populer pada era 1970-an hingga 2000-an tersebut kini sudah terbilang langka. Peminatnya juga semakin minim seiring dengan adanya CD dan layanan musik streaming.
Namun ternyata, pemilik RM Padang Jaya tak bergeming dengan fakta tersebut. Ia masih keukeh menjual kaset pita sekalipun yang membeli bisa dihitung jari. Usaha itu sudah digeluti secara turun temurun sejak tahun 1977.
“Dulu ayah saya yang merintis. Beliau pernah keliling Indonesia jualan kaset pita sebelum akhirnya menetap, berjualan di toko ini,” ucap Deny, penerus usaha keluarga, saat ditemui di tokonya, Ruko Bubakan Baru A16, Jalan Agus Salim Semarang, Kamis (20/8/2020).
Menurut dia, sejak awal dibuka, RM Padang Jaya sengaja menjajakan aneka menu masakan Padang sembari menjual kaset pita. Meskipun dua jenis usahanya sepintas tampak tidak nyambung, tetapi ia punya dalih tersendiri.
“Ada hubungannya, lho warung makan sama kaset. Orang makan itu butuh hiburan. Kalau ada yang request, langsung kami putarkan lagunya,” kelakar Deny. Yang jelas, kedua jenis usaha tersebut selalu berjalan beriringan sampai sekarang.
Koleksi Puluhan Ribu
Kaset pita yang ada di RM Padang Jaya diperkirakan mencapai puluhan ribu. Tapi itu bukan jumlah pasti. Karena saking banyaknya, sampai-sampai pemiliknya sendiri enggan menghitungnya.
Pantauan di lokasi, setiap orang yang memasuki toko akan disambut dengan tumpukan kaset pita yang berderet dari pintu masuk hingga area tempat duduk. Bahkan tumpukannya ada yang menjulang setinggi lambaian tangan.
Umumnya tumpukan sudah dikelompokkan ke dalam ikatan-ikatan kecil sesuai genre suara dalam kaset pita. Ada yang berupa musik, instrumen, ceramah agama, ketoprak dan berbagai drama, hingga suara burung.
Tetapi yang paling banyak adalah musik. Ada musik dangdut, koplo, pop, keroncong, rock, sampai sholawatan. Dari segi bahasanya juga berbeda-beda: Indonesia, Mandarin, Barat, Spanyol, Filipina, India, dan masih banyak yang lainnya.
“Kebanyakan ya emang jadul-jadul. Lagu-lagu nostalgia. (Koleksi) yang terbilang paling muda keluaran tahun 2012-an, musik-musik pop kayak (band) Ungu, Radja, ST12,” cerita Deny.
Dia mengamati, pasca tahun itu produksi rekaman kaset pita berhenti. Kalau pun ada paling hanya segelintir saja. Sejak saat itu pula ia sudah tidak kulakan, melainkan hanya menjual stok lama.
Yang Beli Anak-Anak Muda
Meskipun koleksi kaset pita sudah dijual bertahun-tahun tetapi tak kunjung habis. Sebab tidak bisa dipungkiri bahwa peminatnya minim. Kalau bukan kolektor, ya mereka yang benar-benar hobi mendengarkan suara dengan teknologi konvensional.
Konon bagi para penggemar, suara yang dihasilkan kaset pita memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan rilisan dalam format digital.
Dalam seminggu, RM Padang Jaya kadang hanya menjual 2 buah kaset pita, kadang tidak ada yang beli sama sekali. “Tapi lumayan lah, masih ada. Bahkan yang beli justru anak-anak muda,” ucap Deny.
Menurut dia, dulu pernah ada pelanggan berusia muda hendak membeli kaset tetapi ingin mencoba mendengarkan dulu suaranya. Karena tape di toko sudah rusak, pelanggan tersebut pulang. Satu minggu kemudian dia datang lagi.
“Pas datang nanya kaset dan bilang kalau mau dicoba di mobil. Pas saya lihat, ternyata mobilnya Mercy. Saya kaget, biasanya mobil dimodif pakai teknologi modern, tapi ini nggak,” celetuknya.
Selain itu, ada pembeli yang sebatas ingin mengenang masa lalu. Ada yang sedang makan kemudian melihat kaset pita. Sontak ia teringat masa kecilnya lalu membeli. “Padahal dia itu nggak punya tape, loh,” imbuhnya.
Menghabiskan Stok
Meskipun terbilang barang langka, harga yang dibanderol pada tiap keping kaset pita lawas di RM Padang Jaya ternyata sangat terjangkau. Hanya pada kisaran Rp18.000–Rp20.000 saja. Harga bisa kurang jika beli dalam jumlah banyak.
“Emang murah. Kan kami ini basic-nya pedagang bukan kolektor. Harga segitu aja kadang masih ditawar, kok,” keluhnya.
Karena itu, pernah ada pembeli dari Jakarta yang memborong untuk selanjutnya dijual kembali. Bahkan, pernah ada warga asing asal Jepang yang beli kaset pita di tokonya. Sekitar setahun yang lalu.
Saat jatengtoday.com berkunjung, kebetulan juga ada salah satu pelanggan masakan padang yang tertarik dengan koleksi kaset pita. Namanya Chairul (61). Dia tampak penasaran dan bertanya-tanya seputar bisnis barang lawas itu.
Sayangnya, Deny selaku pengelola RM Padang Jaya tidak terlalu ambisius untuk mengembangkan bisnis kaset pita. Ayahnya, Amir (75) selaku pendiri sebenarnya masih mengurusnya. “Bapak masih, tapi nggak kayak dulu, sekarang nyantai,” jelas Deny.
Kini toko tersebut hanya fokus pada penjualan stok, sudah tak pernah kulakan lagi. Padahal seharusnya masih bisa dikembangkan dengan membuka jasa beli kaset pita bekas dan menjualnya kembali dengan harga yang lebih tinggi.
“Untuk sekarang ini kami hanya ngehabisin stok aja, sih,” tutupnya. (*)
editor: ricky fitriyanto