SEMARANG (jatengtoday.com) – Pedagang Barito yang terkena dampak proyek pembangunan normalisasi Banjir Kanal Timur (BKT) sebagian telah menempati Pasar Klitikan Penggaron.
Salah satunya pedagang aksesoris peralatan dapur yang dulunya menempati daerah Bugangan, Kecamatan Semarang Timur. Mereka mengakui harus menataati peraturan dan kebijakan pemerintah. Pedagang harus dipindah karena menempati lahan milik pemerintah.
Ketua Koperasi Klaster Logam, Marino (66), mengakui hal ini harus dijalani meski sulit dan berat. Bayangkan saja sudah puluhan tahun memulai usaha, kini terpaksa harus memulai dari nol.
“Tidak hanya butuh waktu panjang untuk bisa pulih kembali seperti semula. Sejak Juli lalu, kami terpuruk,” kata pedagang aksesoris peralatan dapur, Kamis (15/11/2018).
Akibat relokasi tersebut, kata dia, para pedagang kehilangan pelanggan. “Paling cepat butuh waktu setahun bertahan untuk bisa mengembalikan agar pelanggan kembali datang. Sehingga perekonomian pedagang segera pulih kembali,” katanya.
Kesulitan pedagang, lanjut dia, tidak hanya permasalahan kehilangan pelanggan atau sepi pembeli. Tetapi juga terkait modal. Sebab, untuk menempati bangunan baru tersebut harus membangun kios dengan modal sendiri. “Saya sendiri habis Rp 22,5 juta untuk tempat berjualan alat-alat dapur,” katanya.
Dana sejumlah itu, kata dia, cukup berat untuk ukuran pedagang aksesoris peralatan dapur. Belum lagi untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Padahal, kondisi perekonomian pasca pemindahan tersebut terpuruk.
“Maka dari itu, kami berharap agar bank-bank di kota Semarang turut peduli untuk memberikan keringanan atau kelonggaran bagi pedagang,” katanya.
Dia juga berharap agar sebagian pedagang Bugangan yang belum pindah ke Pasar Klitikan Penggaron segera menyusul untuk bergabung. Hal itu juga akan mendukung pasar tersebut ramai. Sebab, apabila bersatu pasar itu menjadi pusat aksesoris.
“Dulu pelanggan tidak hanya dari Kota Semarang, tetapi juga dari Kudus, Pati, Pekalongan dan Ungaran, maupun Salatiga. Apabila terpusat di Pasar Klitikan Penggaron, pelanggan tidak bingung,” katanya.
Pedagang lain, Sunaryo mengakui masalah serupa. Saat ini suka atau tidak suka harus menjalani masa-masa sulit. “Saya membangun kios habis Rp 20 juta hanya ukuran 3 X 4 meter. Sedangkan untuk memulihkan kondisi pelanggan seperti dahulu butuh waktu lama,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto