in ,

Beda Aturan soal Angkutan saat PSBB Bikin Rakyat Makin Bingung

JAKARTA (jatengtoday.com) – Ketidakseragaman aturan saat pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) khususnya mengenai ojek daring menjadi sorotan. Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) dinilai tumpang tindih dengan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta.
Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Partai NasDem Ahmad Sahroni, hal itu tidak hanya menyebabkan kebingungan di kalangan ojek daring, tetapi juga di kalangan polisi yang mengatur lalu lintas.
“Sangat disayangkan adanya perbedaan peraturan ini karena saya juga banyak mendapat masukan dari teman-teman di kepolisian bahwa mereka juga bingung, aturannya bisa ada dua dan berbeda,” kata Sahroni dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/4/2020).
Hal itu, kata dia, terjadi perbedaan peraturan yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kesehatan terkait dengan ojek daring pada saat aturan PSBB.
Pergub Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) merupakan pelaksanaan dari Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/239/2020 tentang Penetapan PSBB di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Dalam pedoman aturan PSBB yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan, layanan berbasis aplikasi untuk sarana transportasi roda dua atau ojek daring hanya diperkenankan mengangkut barang dan bukan penumpang.
Namun, di sisi lain terbitnya Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 membuka kemungkinan bagi ojek dalam jaringan (daring) dapat membawa penumpang selama pelaksanaan PSBB.
Sebagai aparat penegak hukum, kata Sahroni, kepolisian khususnya Direktorat Lalu Lintas bertugas untuk memastikan aturan dari pemerintah dapat diimplementasikan di tengah masyarakat.
Namun, menurut dia, apabila aturannya masih belum seragam, hal itu hanya akan menyebabkan kesimpangsiuran di lapangan.
“Dengan begini, jadinya polisi bingung mau pakai aturan yang mana, rakyat juga makin bingung. Saya yakin sebenarnya para pemegang kebijakan ini punya pertimbangan positifnya masing-masing. Namun, hendaknya dalam membuat peraturan itu sudah dikoordinasikan secara internal, jadi infonya di tengah masyarakat tidak simpang siur,” ujarnya.
Ia menilai masyarakat sangat menunggu kebijakan dari para pemangku kebijakan untuk membantu kesulitan mereka, bukan pada aturan yang tumpang-tindih sehingga membuat rakyat makin bingung.
BACA JUGA: 10 Jenis Angkutan jadi Prioritas selama PSBB
Sementara, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya meminta jajaran Polda Metro Jaya tidak ragu menjalankan fungsi pengawasan penegakan hukum terhadap pelanggaran PSBB dengan berpedoman pada Pergub.
“Polda Metro Jaya harus mengacu pada Pergub 33/2020 tentang pelaksanaan PSBB,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, Teguh P Nugroho dalam siaran pers, Selasa.
Menurut Teguh, berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19, Kemenkes merupakan ‘leading sector’ dalam penetapanan PSBB.
“Peraturan Pemerintah tersebut merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 6/2018 tentang Karantina Kesehatan,” katanya.
Maka itu, lanjut Teguh, peraturan yang lain wajib disinkronisasikan dengan Permenkes tersebut dan bukan sebaliknya.
Ia mengatakan Pergub yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI sudah merujuk pada peraturan tersebut.
“Jadi, Polda Metro Jaya seharusnya tidak bimbang merujuk pada peraturan yang menyegerakan untuk melakukan pengawasan PSBB sesuai Pergub PSBB,” kata Teguh.
Sementara itu, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) dan Dinas Perhubungan se-Jabodetabek dalam rapat bersama Senin (13/4) bersepakat untuk melaksanakan PSBB termasuk juga pembatasan ojek daring tidak untuk mengangkut penumpang di seluruh wilayah Jabodetabek.
Adapun Pergub 33/2020 sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020, di mana pengaturan ojek sesuai dengan PMK tersebut, yaitu hanya melayani angkutan barang.
Tidak Bertentangan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memastikan tidak ada hal yang bertentangan dalam Permenhub Nomor 18 Tahun 2020.
Dalam jumpa pers melalui konferensi video di Jakarta, Selasa malam, Luhut yang juga Menteri Perhubungan Ad Interim memastikan telah berkonsultasi dengan ahli hukum Kementerian Perhubungan soal aturan tersebut.
“Saya ingin garisbawahi sedikit mengenai Permenhub ini, tidak ada yang bertentangan. Saya bertanya betul-betul ke ahli hukum kami di Kementerian Perhubungan bagaimana sebenarnya. Beliau katakan, tidak ada yang (bertentangan) karena ini kewenangan Kemenhub,” katanya.
BACA JUGA: Bagaimana Prosedur PSBB?
Luhut pun menjabarkan mengenai aturan tersebut di mana pada Pasal 11 huruf (c) disebutkan bahwa sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang.
Namun, dalam hal tertentu, sepeda motor berbasis aplikasi dapat mengangkut penumpang untuk kepentingan masyarakat dan kepentingan pribadi dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan.
“Ini memberikan ruang kepada daerah untuk menentukan sikap. Ini bukan kesalahan,” katanya.
Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 dinilai bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19 terkait aturan ojek online (ojol).
Namun, belakangan, Kemenhub memastikan aturan soal ojol bisa membawa penumpang akan diserahkan ke pemerintah daerah dengan ketentuan dan syarat-syarat ketat saat PSBB guna mengakomodasi seluruh wilayah dengan kriteria berbeda. (ant)
editor : tri wuryono
 
 

Tri Wuryono