SEMARANG (jatengtoday.com) – Bawaslu Kota Semarang akhirnya menghentikan kasus dugaan penggelembungan suara di internal Partai Gerindra di Kecamatan Semarang Selatan (Dapil VI). Hal itu dilakukan lantaran berbagai unsur dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) tidak satu pandangan.
Kordiv Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kota Semarang, Naya Amin Zaini mengatakan, kasus itu sudah ditindaklanjuti dan dugaan melanggar pasal 532 UU No 7 Tahun 2017 dengan ancaman penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta dan ketentuan pidana tambahan bagi penyelenggara pemilu pada pasal 554 UU yang sama.
“Pelaku DW merupakan ketua PPS sekaligus operator panel rekapitulasi di kecamatan Semarang Selatan. DW diduga mengubah hasil perolehan suara internal Partai Gerindra dari DA.1 Plano ke DA1,” ujar Naya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/5/2019).
Menurutnya, dalam rapat pembahasan ke-2, Bawaslu masih berkeyakinan bahwa unsur sangkaan masih bisa diangkat ke tingkat yang lebih tinggi. Hal itu didasarkan pada alat bukti dan keterangan yang didapat selama proses klarifikasi.
“Namun lagi-lagi ada perbedaan pandangan dalam kasus ini sehingga dihentikan unsur pidanannya,” jelasnya.
Menurut Gakkumdu dari unsur kepolisian, Sugeng Suprijanto, merujuk pada pasal yang diterapkan unsur subjek terduga pelaku dan unsur kesengajaan dari terduga pelaku memang terbukti. Namun, unsur perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih tidak bernilai, tidak terpenuhi.
“Karena perolehan suara caleg dan partai yang diubah terduga pelaku (DW) atas rekomendasi Bawaslu Kota Semarang sudah dilakukan perbaikan pada rekapitulasi tingkat kota, sehingga tidak mengakibatkan unsur yang berkelanjutan,” bebernya.
Pendapat ini sejalan dengan unsur Kejaksaan Negeri Kota Semarang, Supinto Priyono, pada rapat pembahasan kedua Gakkumdu menyatakan kasus ini tidak secara utuh memenuhi delik materiil dari unsur pasal yang disangkakan, sebagaimana unsur dalam pasal 532 UU 7 Tahun 2017 soal unsur.
“Perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih tidak bernilai. Jika dikaitkan dengan kasus posisi maka diketahui adanya percobaan, sedangkan pada UU nomor 7 tahun 2017 tidak dikenal adanya percobaan pidana,” tuturnya
Pendapat kedua instansi ini sangat disayangkan oleh Bawaslu Kota Semarang. Sebab, berdasarkan kajian hukum, pengakuan dari terduga pelaku (DW) dan saksi-saksi pada saat klarifikasi, serta alat bukti yang telah dikumpulkan, telah memberikan petunjuk yang jelas posisi kasus penggelembungan perolahan suara internal Gerindra.
Menurut Naya, hal itu sudah memenuhi semua unsur formil dan materiil, sehingga seharusnya bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan di kepolisian
“Unsur perbuatan dalam kasus ini sudah sempurna dilakukan oleh pelaku, dan bukan merupakan unsur percobaan pidana melainkan suatu perbuatan yang konkret yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain dan menguntungkan untuk caleg tertentu,” terang Naya.
Lebih lanjut Naya menambahkan, jika masih ada perdebatan interpretasi terkait hal ini sebenarnya Gakkumdu bisa meminta pendapat dari saksi ahli hukum pidana yang telah ditunjuk. Sehingga posisi kasus ini menjadi lebih jelas dan bukan memilih sikap untuk menghentikan kasus yang dimaksud. (*)
editor : ricky fitriyanto