SEMARANG (jatengtoday.com) – Berangkat dari keprihatinan terhadap orang-orang yang masih kesulitan memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, dua pemuda kreatif di Semarang menggagas Warung Makan Gratis (WMG). Mereka adalah Raka Manggala Syafie (33) dan Guruh Seto Gutomo (41).
Menurut Raka, WMG kali pertama dioperasikan pada pertengahan Desember 2018 lalu. Saat itu, mereka patungan. Dengan dana seadanya lalu diwujudkan dalam bentuk makanan untuk dibagikan ke berbagai tempat di Kota Semarang.
“Seringnya di Tawang. Juga di tempat-tempat lain. Pokoknya di wilayah yang banyak orang membutuhkan,” ujarnya saat dihubungi, Senin (25/2/2019).
Seiring berjalannya waktu, lanjut Raka, banyak yang tertarik untuk ikut berdonasi. Istilahnya adalah relawan WMG. Para relawan ada yang membantu uang tunai, ada yang berupa bahan-bahan untuk dimasak, ada pula yang hanya menyumbang tenaga.
“Setelah dicoba ternyata ada yang minat untuk ikut jadi relawan. Itu ada yang menyumbang uang, lauk, ada yang menyumbang tenaga untuk masak. Macam-macam. Ya kita memang semuanya bersifat sukarela,” imbuhnya.
Menu yang disajikan pun tidak perlu mewah, tetapi berganti-ganti setiap minggunya. Yang penting higienis, halal. “Itu yang masak tetangga-tetangga saya sendiri. Ada yang masak nasi, ada yang masak sayur sendiri, itu di rumah berbeda. Biasanya pada rebutan,” bebernya.
Sampai saat ini, WMG masih terus dilangsungkan secara konsisten. Biasanya dalam seminggu dua kali. Setiap hari Rabu dan Jumat. Meskipun kadang juga diganti di hari lain jika para relawan sedang berhalangan.
Raka melanjutkan, hari Rabu konsep warung ldibuat seperti dapur berjalan. Jadi, mobil yang digunakan untuk keliling sekaligus disiapkan tenda untuk tempat makan, lengkap dengan kursi beserta perlengkapan makan seperti piring, sendok, dan gelas.
“Seringnya dibuat prasmanan, biar bisa makan di sana. Gitu. Makan, minumnya air putih,” tambahnya.
Adapun hari Jumat, karena waktunya cukup singkat, WMG dibuat dengan konsep siap saji dalam bentuk nasi bungkus. “Sudah dibungkusin dari rumah, nanti di jalan tinggal membagi-bagikan. Terus kalau nggak ya biasanya nyari madjid. Kami ninggalin nasi bungkus disitu,” jelas Raka.
Raka menegaskan, layanan tersebut sebenarnya diperuntukan untuk umum, meskipun fokusnya kepada orang yang kurang mampu. “Kita kan nulisnya di MMT: bagi yang membutuhkan. Jadi siapapun ya boleh makan. Kadang ada orang perumahan iseng mampir, ya nggak apa-apa,” ceritanya.
Sampai saat ini, imbuhnya, relawan WMG yang tergabung dalam grup WA sekitar 30 orang. Anggotanya terdiri dari berbagai macam latar belakang. Namun, yang mengkoordinir tetap Raka dan Guruh. Yang lain sebatas relawan yang memungkinkan untuk bertambah dengan jumlah yang tak terbatas. (*)
editor : ricky fitriyanto