in

Bantah Lulusan SMK Banyak yang Menganggur, Disdikbud Jateng Ungkap Data Ini

SEMARANG (jatengtoday.com) – Kepala Bidang Pembinaan SMK pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng, Hari Wuljanto mengatakan, tingkat keterserapan tenaga kerja lulusan SMK di Jateng mencapai 62 persen. Hal itu, katanya, akan terus ditingkatkan setiap tahunnya.

“Berdasarkan data BKK 2018, bahwa 62 persen lulusan SMK di Jateng terserap di industri, 13 persen melanjutkan ke perguruan tinggi, dan yang 25 persen adalah wirausaha dan masa tunggu,” ujarnya seusai evaluasi Job Fair SMK 2019 di Semarang, Kamis (27/6/2019).

Menurutnya, prosentase tersebut terbilang tinggi, karena angka penganggurannya sangat sedikit. Karena itu, ia menampik informasi negatif yang kerap beredar di masyarakat bahwa lulusan SMK menjadi penyumbang pengangguran terbesar.

Dia menjelaskan, di Jateng sendiri terdapat 1.583 SMK. Dengan rincian 235 SMK negeri dan 1.338 SMK swasta. Berbagai jurusannya juga lengkap. Data terakhir, katanya, setiap tahun SMK di Jateng meluluskan 145.000 siswa.

“Setiap tahun lulusannya mencapai 145.000 orang. Apakah semua terserap? Secara data ternyata kita tinggi. Kalau dibilang ada pengangguran, saya sebenarnya tidak sepakat. Mungkin lebih tepat adalah lulusan yang masih dalam masa tunggu,” jelasnya.

Berdasarkan data di atas, lanjutnya, yang masih dalam masa tunggu itu pun sebenarnya hanya sebagian dari 25 persen, karena jumlah itu ada yang berstatus sebagai wirausaha. Dia juga mengklaim bahwa lulusan SMK dari Jateng disenangi industri-industri karena kompetensi yang dimilikinya.

Terkait kendala untuk menuntaskan pengangguran di Jateng, Hari sendiri mengakui ada beberapa alasan. Seperti masih banyaknya anak yang terlalu selektif memilih pekerjaan. Jadi sebenarnya sudah diterima, tapi karena melihat UMR-nya lebih rendah dari tempat kerja temannya, akhirnya dibatalkan.

“Lalu ada juga faktor lain karena diterima di luar pulau Jawa tetapi orang tuanya tidak membolehkan,” beber Hari.

“Pesan saya (kepada para lulusan SMK), bekerjalah dan tunjukkan satu karakter. Karena industri itu suka orang yang berkarakter. Karakter yang dimaksud tentu cakupannya luas, tapi utamanya adalah karakter dasar yang meliputi disiplin, jujur, dan tanggung jawab,” imbuhnya.

Di samping itu, jelas Hari, pemerintah telah berupaya melalui berbagai cara. Utamanya berusaha mengimplementasikan mandat sesuai Inpres 9 tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK. Aturan tersebut setidaknya mengamanatkan 4 hal.

Pertama, kata Hari, SMK harus menyelaraskan kurikulumnya dengan industri. “Jangan sampai kurikulumnya kaku, lalu setelah lulus, kompetensi siswanya tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Maka SMK dituntut untuk menyesuaikan itu,” bebernya.

Kedua, meningkatkan kerjasama dengan industri. “Jadi, SMK-SMK tidak boleh hanya menyelenggarakan kegiatan pembelajaran saja, tanpa melibatkan peran industri. Harus praktik kerja industri, harus magang di industri. Harus ada guru tamu, lalu kelas industri,” imbuh Hari.

Yang ketiga, guru-guru di SMK harus di upgrade. Katanya, harus ditingkatkan kemampuannya. “Maka ada guru magang industri, jadi guru juga harus tahu praktik kerja di lapangan. Juga guru SMK harus menjadi asesor kompetensi,” ucapnya.

Yang terakhir adalah sertifikasi kompetensi lulusan. “Sekarang ini di negara-negara maju, anak-anak tidak mau kuliah. Mengapa? karena industri-industri besar mulai tidak mensyaratkan ijazah dalam penerimaan tenaga kerjanya. Mereka lebih mementingkan sertifikat kompetensi yang dipunyai,” tukasnya. (*)

editor : ricky fitriyanto

Baihaqi Annizar