Yang tidak mengerti cara-kerja pikirannya sendiri, akan menjadi budak “passion”, nafsu makan, dan waktunya habis untuk traveling.
“Passion” dan “zona nyaman”, sering bersebelahan.
Kawan saya, tidak mau beralih dari dunianya sekarang, karena ia bilang, “Ini passion saya..”. Di sana, ia benar-benar nyaman. Dikenal dengan sebaris alamat, hobi tertentu, dan dirinya sudah identik dengan dunianya. Seniman juga banyak yang seperti ini. Merasa sudah menemukan passion, kemudian memilih berkubang di dunianya. Mau ngapain saja, dia merasa senang, karena di situlah terjadinya kenyamanan.
Bahaya yang sebenarnya, justru terjadi. Dia tidak merasakan “kegelisahan”, tidak mengalami “dilemma”, dan tidak mau beranjak ke dunia lain. Sudah nyaman di tempurung bernama zona nyaman.
Banyak orang yang punya hobi bersebelahan berupa “nafsu makan” dan “traveling”. Bagus, tentu saja, asalkan tidak berasal dari “pelarian dari masalah”.
Saya sering melihat escapisme dirayakan di media sosial, dalam kedua bentuk hobi ini.
Akun orang-orang yang tidak pernah kelihatan bermasalah.. bahkan prinsip mereka: jangan berbagi masalah. Tampilkan keceriaan, “senyumin aja”. Mereka memperlihatkan kelezatan makanan, pembuktian “saya sudah di sini..”.
Jangan heran, dari escapisme ini, terjadilah pembandingan gaya-hidup di media sosial. Betapa keren mereka di media sosial.
Yang bukan rahasia, banyak orang terombang-ambing karena ingin dapat mood booster terbaik agar selalu ceria, bahagia, dan masalah mereka lenyap.
Memakai kata “optimis”, “semangat”, “bahagia”, begitu recehan. Semangat bukanlah perangkat
yang bisa mengubah keadaan, jika hanya sebagai kata penyemangat.
Orang yang berhasil, justru orang-orang yang menyadari bahwa dirinya sedang gelisah.
Angst, anxiety, kecemasan, justru menjadi bawaan ketika seseorang sedang kreatif.
Orang kreatif, setiap selesai berkarya, dilanda kecemasan.
Apakah ini akan “work” (bisa jalan)? Apakah kualitas ini lebih baik dari saya kemarin?
Ketidakpuasan, justru menjadi bawaan orang yang tidak mau berhenti kreatif. Mereka menukar waktu-tidur dengan kerja-keras. Mereka memilih melawan pemblokir kreativitas, melawan ketakutan mereka sendiri, dengan eksperimen, tidak menyerah.
Mereka punya ukuran sendiri. Mereka mengabaikan standar “orang lain”, mengabaikan pujian maupun hinaan dari orang lain. Mereka memahami, berdasarkan pengalaman, bahwa masalah tidak boleh diulang dengan “cara mengatasi” yang nggak work.
Petualangan sesungguhnya, berada di pengalaman mental yang selalu-lebih-baik. Bukan pelarian, senyum, dan keramahan yang seperti-kemarin. [dm]