JAKARTA (jatengtoday.com) – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md membantah tudingan Amerika Serikat yang menyebut ada potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam penggunaan aplikasi PeduliLindungi.
“Kami membuat program PeduliLindungi justru untuk melindungi rakyat,” kata Mahfud Md dalam keterangan tertulisnya, Jumat (15/4/2022).
Dia mengatakan aplikasi PeduliLindungi, yang diluncurkan sejak 2020, telah membantu Pemerintah dalam menekan kasus penularan Covid-19.
“Nyatanya, kami berhasil mengatasi Covid-19 lebih baik dari Amerika Serikat,” tegasnya.
Dalam keterangan yang sama, dia menjelaskan perlindungan terhadap HAM harus dilakukan secara menyeluruh, yang artinya bukan hanya secara individu, tetapi juga hak kolektif masyarakat.
“Dalam konteks ini, negara harus berperan aktif mengatur. Itulah sebabnya kami membuat program PeduliLindungi yang sangat efektif membantu menurunkan penularan infeksi Covid-19 sampai ke jenis (varian) Delta dan Omicron,” tambahnya.
Perbandingan
Terkait tudingan AS terhadap dugaan pelanggaran HAM oleh Pemerintah Indonesia lewat aplikasi PeduliLindungi, Mahfud mengatakan AS justru menerima laporan lebih banyak daripada Indonesia terkait pelanggaran HAM.
“Kami punya catatan bahwa AS justru lebih banyak dilaporkan oleh Special Procedures Mandate Holders (SPMH). Pada sekitar kurun waktu 2018-2021 misalnya, berdasarkan SPMH, Indonesia dilaporkan melanggar HAM 19 kali oleh beberapa elemen masyarakat, sedangkan AS pada kurun waktu yang sama dilaporkan 76 kali,” katanya.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri AS dalam laman resminya mengunggah laporan 2021 Country Reports on Human Rights Practices tentang penegakan HAM di negara-negara yang menerima bantuan dari AS dan anggota PBB sepanjang 2021.
Dalam laporan itu, AS menyebut sejumlah organisasi nonpemerintah atau non-governmental organisation (NGO) merast khawatir terhadap informasi yang dihimpun dalam aplikasi PeduliLindungi serta bagaimana data itu disimpan dan digunakan Pemerintah Indonesia.
Laporan itu dimuat dalam subbab yang membahas intervensi pemerintah terhadap privasi, keluarga, dan urusan rumah tangga yang dilakukan secara acak dan ilegal. Walaupun demikian, laporan itu tidak mengelaborasi lebih detail soal potensi pelanggaran HAM yang dimaksud. AS juga tidak menyebut secara lengkap sumber keluhan dalam laporan itu.
Terhadap laporan itu, Mahfud mengatakan di satu sisi hal itu merupakan wujud penguatan peran masyarakat sipil. Namun, di sisi lain, ia mengingatkan laporan itu perlu diperiksa kebenarannya.
“Laporan seperti itu belum tentu sepenuhnya benar,” ujarnya.
Tanggapi Serius
Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay meminta Pemerintah menanggapi serius tuduhan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam aplikasi PeduliLindungi.
“Tuduhan itu tidak bisa dianggap remeh. Apalagi, aplikasi PeduliLindungi disinyalir menyimpan data masyarakat secara ilegal dan tanpa izin,” kata Saleh dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan tuduhan tersebut sangat merugikan nama baik Indonesia di pentas global. Apalagi, Indonesia saat ini sedang sangat serius menangani pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19.
“Kalau mau jujur, aplikasi PeduliLindungi memang menyimpan data kita. Mulai dari nama, NIK (nomor induk kependudukan), tanggal lahir, email, dan jejak perjalanan kita. Hampir semua tempat ramai yang didatangi, wajib scan barcode untuk check in. Tentu data-data itu semua tersimpan di dalam PeduliLindungi,” katanya.
Ketua Fraksi PAN itu mengatakan aplikasi PeduliLindungi sejak awal bertujuan sebagai alat untuk melakukan tracing dalam memantau penyebaran Covid-19.
Dalam konteks itu, katanya, Pemerintah diminta memberikan penjelasan utuh dan menjawab semua tuduhan yang disampaikan serta jangan menunggu isu tersebut bergulir lebih luas di luar negeri.
Ia juga menilai belum melihat manfaat langsung dari aplikasi PeduliLindungi dalam menahan laju penyebaran Covid-19.
“Yang ada, aplikasi ini hanya berfungsi untuk mendata status vaksinasi warga, begitu juga mendata orang yang terkena Covid-19. Soal bagaimana memanfaatkan data itu bagi melindungi warga, saya sendiri belum jelas. Ini yang perlu dibuka ke publik secara transparan dan terbuka,” ujarnya. (ant)