SEMARANG (jatengtoday.com) – Bencana alam yang bertubi-tubi melanda kawasan Indonesia berdampak pada turunnya jumlah wisatawan mancanegara. Tak kurang dari sejuta turis asing dari berbagai negara mengurungkan niatnya untuk berwisata.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya, di sela kunjungannya ke Grand Maerakaca Semarang, Jumat (4/1/2019) siang.
Menurutnya, turunnya jumlah turis asing tak lepas dari tiga musibah besar yang belum lama ini terjadi. Mulai gempa Lombok pada 5 Agustus 2018, gempa dan tsunami Palu pada 28 September 2018, sampai yang terakhir tsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018.
“Bencana mempengaruhi. Jadi untuk diketahui, ada tiga bencana besar, dan itu impact-nya kira-kira satu juta wisman (wisatawan mancanegara) yang tidak jadi datang ke Indonesia,” paparnya.
Arief melanjutkan, meskipun bencana terjadi di daerah yang bukan rujukan utama para wisman, namun itu tetap berpengaruh karena tergeneralisasi dalam skala wilayah Indonesia. Bahkan, katanya, dampaknya bisa secara langsung karena informasi bencana tersebar secara cepat.
“Di Palu, meskipun Palu bukan destinasi utama untuk wisata, tapi orang luar negeri tidak tahu, tahunya di Indonesia ada gempa dan tsunami,” imbuhnya.
Khusus Natal dan Tahun Baru 2019, Arief merinci bahwa jumlah kunjungan turis asing hanya naik 5 persen, yakni sekitar 10 juta wisman. Hal ini berkaca pada musim lebaran tahun 2018 yang wismannya mencapai 20 jutaan yang berkunjung.
Lebih lanjut Menpar menjelaskan, penurunan wisatawan asing didominasi oleh negara Tiongkok. Padahal, sebelumnya orang Tiongkok selalu menempati urutan pertama terbanyak yang mengunjungi Indonesia.
Menurut Arief, travel advice yang dikeluarkan sejumlah negara, utamanya Negeri Tirai Bambu itu sangat efektif, terutama pada bencana Lombok lalu. Jumlah turis Tiongkok hanya di peringkat kelima di bawah Malaysia, Singapura, Timor Leste, dan Australia. “Padahal sebelumnya nomor satu,” ungkapnya.
“Travel advice yang dikeluarkan pemerintah Tiongkok sangat efektif. Jumlah wisman l langsung nol, karena travel advice dianggap sebagai larangan, karena mereka sangat patuh kepada pemerintah,” beber Arief.
Ini berbeda dengan travel advice yang dikeluarkan oleh pemerintah Australia saat bencana melanda Indonesia. Menurutnya, impact-nya tidak terlalu besar, hanya sekitar 10-12 persen. Karena, imbuh Arief, orang Australia merasa bahwa Indonesia, terutama Bali, adalah second home. (*)
editor : ricky fitriyanto