in

Akademisi: Angkutan Umum Dibenahi, Bukan Target Motor Listrik!

Di Indonesia banyak orang pintar, bahkan jauh lebih pintar dari beberapa negara di Asia Tenggara. Tetapi pemerintah Indonesia—sejauh ini—tidak pernah bisa membuat kebijakan yang cerdas.

motor listrik (ilustrasi).

SEMARANG (jatengtoday.com) – Pemerintah Indonesia getol mendorong percepatan transisi dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik. Bahkan pemerintah juga akan memberikan bantuan subsidi pembelian motor listrik.

Kendaraan listrik dinilai efektif mewujudkan komitmen global mengenai energi bersih. Selain dinilai untuk mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM), kendaraan listrik juga dipercaya dapat menurunkan emisi gas rumah kaca dan ramah lingkungan. Pemerintah menargetkan sebanyak dua juta motor listrik di Indonesia pada 2025.

Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.

Berbagai insentif fiskal maupun nonfiskal telah diatur dalam Perpres agar mempercepat masyarakat untuk beralih menggunakan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Kendati demikian, kebijakan mengenai penggunaan kendaraan listrik yang gulirkan oleh pemerintah ini mendapat kritik keras dari komponen masyarakat.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, terkait transportasi, pemerintah Indonesia saat ini hanya belajar sepenggal-sepenggal dari luar negeri. Artinya, pemerintah tidak belajar secara menyeluruh.

“Di luar negeri, apabila penataan angkutan umum sudah bagus, baru kebijakan mobil listrik dibenahi. Bukan target motor listrik,” tegas akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Semarang, Jumat (10/03/2023).

Di luar negeri juga tidak ada kebijakan pemerintah mengenai penggunaan motor listrik seperti di Indonesia. “Karena mereka paham sekali bahwa risiko motor lebih tinggi ketimbang mobil,” katanya.

Berdasarkan keterangan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, dalam konferensi pers di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi pada Senin, 6 Maret 2023, orang yang berhak menerima subsidi motor listrik adalah pelaku UMKM, penerima Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM), dan pelanggan listrik 450-900 VA.

BACA JUGA: Potensi Masalah Jika Kebijakan Insentif untuk Kendaraan Listrik Dijalankan

Subsidi pembelian kendaraan listrik, termasuk motor listrik, akan mulai diberlakukan pada 20 Maret 2023. Bantuan tersebut salah satunya akan diberikan untuk kendaraan jenis motor listrik dengan nominal Rp 7 juta per unit.

“UMKM tidak butuh motor listrik, tapi butuh tambahan modal untuk usaha. Kondisi sekarang, setiap UMKM sudah punya motor, bahkan lebih dari satu motor dalam rumah tangganya. Bahkan orang yang hidup di kolong jembatan pun bisa punya motor,” tegasnya.

Total subsidi yang disalurkan pemerintah untuk motor listrik ini disiapkan mencapai Rp 1,4 triliun. Angka tersebut diperoleh dengan asumsi pemberian insentif sebesar Rp 7 juta per motor, yang akan diberikan bagi 200 ribu kendaraan motor listrik berbasis baterai listrik hingga Desember 2023.

BACA JUGA: Kota Tanpa Traffic Light, Asmat Sudah Gunakan Kendaraan Listrik Sejak 2007

Menurut Djoko, angka itu akan lebih baik dan bermanfaat digunakan untuk membenahi transportasi umum dengan kendaraan listrik. Sehingga akan didapat menekan emisi udara, mereduksi kemacetan lalu lintas, menurunkan angka kecelakaan dan menurunkan angka inflasi di daerah.

“Rp 1,4 triliun bisa digunakan untuk membenahi angkutan perkotaan di 20 kota,” katanya.

Dia menilai, kebijakan subsidi pembelian kendaraan listrik tersebut tidak tepat. Bahkan menurut prediksinya, program ini rawan penyalahgunaan dan penyelewengan. “Oleh sebab itu, KPK harus mengawasi sejak awal digulirkan,” katanya.

Djoko juga menilai, bahwa warga yang bisa membeli motor dan mobil adalah kelompok orang mampu. Sehingga tidak perlu diberikan subsidi atau insentif. “Subsidi atau insentif seharusnya diberikan untuk warga tidak mampu,” ujarnya.

Dengan adanya kebijakan penggunaan kendaraan listrik, baik mobil maupun motor, maka jumlah kendaraan akan semakin berlipat. Hal ini akan berdampak meningkatkan kecelakaan dan kemacetan lalu-lintas.

“75 persen – 80 persen kecelakaan disebabkan oleh sepeda motor. Seharusnya, pemerintah harus mampu mengurangi penggunaan sepeda motor yang berlebihan dan dampaknya sudah seperti sekarang,” tegasnya.

Ia menegaskan, ekonomi dan keselamatan harus bisa disandingkan. “Banyak negara bisa, kenapa Indonesa tidak? Di Indonesia banyak orang pintar, bahkan jauh lebih pintar dari beberapa negara di Asia Tenggara. Tetapi pemerintah Indonesia sejauh ini tidak pernah bisa membuat kebijakan yang cerdas,” cetusnya.

Menurutnya, secara individu, rakyat Indonesia unggul. Tetapi secara negara, Indonesia mandul. “Seharusnya benahi angkutan umum, sehingga bisa memindahkan pengguna motor untuk beralih menggunakan angkutan umum. Contohnya, program TEMAN BUS di 11 kota, sebanyak 62 persen pemilik motor beralih menggunakan bus umum. 45 persen digunakan pelajar, kemudian 38,5 persen masyarakat umum, 15,5 persen lansia dan 1 persen disabilitas,” terang dia. (*)

Abdul Mughis