SEMARANG (jatengtoday.com) – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengecam keras serangan bom membabi buta Israel terhadap puluhan kantor media dan permukiman warga sipil di Palestina. AJI menilai, serangan tersebut adalah upaya pembungkaman dan sensor terhadap pemberitaan media atas kekerasan yang dilakukan di Jalur Gaza.
Ketua AJI Indonesia, Sasmito Madrim menyerukan solidaritas media kepada kolega jurnalis yang kantornya dibom, serta mendesak Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk segera mengambil tindakan perlindungan dan jaminan keamanan meliput terhadap seluruh awak media di area konflik Israel-Palestina.
“Perlindungan terhadap jurnalis di area konflik adalah mutlak harus dilakukan oleh negara manapun karena dijamin oleh hukum internasional. Tindakan itu tidak hanya mencederai norma dan kesepakatan tetapi juga merupakan tindakan kriminal yang harus dilawan bersama,” tegasnya.
Maka dari itu, lanjut dia, AJI Indonesia menyerukan pernyataan sikap terhadap aksi Israel. “Mengutuk keras kekerasan terhadap jurnalis, media dan warga sipil di Jalur Gaza. Serangan kepada jurnalis merupakan pembungkaman dan sensor terhadap fakta kekerasan yang sengaja ingin ditutup-tutupi,” beber dia.
Dikatakannya, pembungkaman media di Jalur Gaza dengan cara kekerasan tidak hanya melukai jurnalis yang merupakan ujung tombak informasi di lokasi konflik, tetapi juga memperburuk kondisi warga di Palestina dan menutup akses terhadap bantuan kemanusiaan yang seharusnya diterima warga.
“Serangan brutal Israel terhadap jurnalis, media dan masyarakat sipil adalah tindakan kriminal luar biasa yang harus direspon dengan hukum internasional. Kami mendesak PBB dan komunitas internasional mengambil langkah inisiatif untuk menekan militer Israel dan Hamas agar menghentikan semua aksi kekerasan,” tegasnya.
Pihaknya juga mengingatkan PBB untuk segera mengupayakan perlindungan penuh terhadap jurnalis yang bekerja di Jalur Gaza dan area konflik Israel-Palestina serta menjamin agar informasi dapat dibuka seluas-luasnya pada masyarakat internasional. (*)
editor: ricky fitriyanto