in

Ahli IT: Pelaku dalam Video Porno Belum Tentu Gisel

SEMARANG (jatengtoday.com) – Maraknya pemberitaan tentang viralnya video porno mirip artis Gisel membuat Peneliti Digital Forensik Udinus Semarang Dr. Solichul Huda,M.Kom prihatin. Keprihatinan itu timbul akibat semakin sulitnya pekerjaan penyidik untuk mengurai siapa pelaku yang mendistribusikan video atau memproduksi video tersebut.

Selain itu juga membuat masyarakat was-was dengan beredarnya video tersebut. Sebab, video tersebut mudah diakses oleh putra-putri mereka yang sedang menggunakan smartphone karena pembelajaran daring.

“Memang dalam kasus beredarnya video tersebut ada beberapa Undang-Undang yang dilanggar. Yaitu UU Nomor 11 Tahun 2008 yang diperbaiki dengan UU Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE Pasal 27 ayat 1 tentang informasi berbau konten asusila, serta UU Nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi,” kata Huda, Rabu (25/11/2020).

Beredarnya video ini, kata dia, apabila yang disangkakan kepada pelaku  melanggar UU ITE Pasal 27 ayat 1, maka tuduhannya meliputi mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat mudah diakses video tersebut. Dalam kasus ini, remaja berinisial NM telah ditahan oleh kepolisian.

“Namun jika dalam kasus ini penyidik menyangkakan dengan UU Nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi Pasal 4 ayat 1, maka penyidik juga akan mengejar siapa pelaku yang membuat video tersebut, orang yang memasang CCTV seandainya adegan tersebut terekam oleh CCTV portable,” bebernya.

Dari video yang beredar, Huda mengaku belum jelas melihat siapa yang merekam adegan tersebut. Selain itu juga belum tahu perangkat ponsel atau CCTV portable yang digunakan untuk mengabadikan adegan porno tersebut.

“Apalagi jika yang disampaikan oleh pakar telematika Roy Suryo itu benar, bahwa video yang beredar adalah video “Re Take”, yaitu pengambilan ulang dari video aslinya,” katanya.

Menurut Huda, apa yang selama ini dilakukan penyidik sudah tepat. Polisi telah menyisir dan menangkap pelaku yang menyebarkan video tersebut, di antaranya remaja berinisial NM. Namun, lanjut dia, penyidik harus berhati-hati untuk memutuskan siapa pelaku dalam adegan mesum pada video tersebut dan yang memproduksinya.

“Sejauh yang saya tahu, software terbaru untuk mendeteksi kemiripan wajah dalam foto hanya untuk “face recognition”. Aplikasi ini dipergunakan untuk membandingkan antar foto wajah seseorang. Kelemahan aplikasi ini, tidak dapat mengidentifikasi wajah sampai tingkat kesamaan di atas 95 persen. Hal ini disebabkan karena kondisi wajah dipengaruhi umur, faktor psikologis (kenikmatan atau kesusahan), posisi wajah, lamanya jarak foto yang diindentifikasi dengan foto saat sekarang ini. Perlu diketahui, bahwa video ini sepertinya sudah lebih dari satu tahun,” bebernya.

Sehingga, lanjut dia, pengakuan saksi memegang peranan penting. “Kalau saksi yang dituduhkan atau yang diduga mirip pelaku dalam video tersebut tidak mengakui, maka penyidik harus kerja ekstra keras untuk mengungkap siapa perempuan dalam video tersebut. Menurut saya, ada beberapa metode yang bisa dilakukan oleh penyidik untuk mengidentifikasi pelaku dalam adegan tersebut,” terangnya.

Pertama, penyidik mencari video atau foto perempuan yang diduga ada dalam video tersebut. Kemudian, penyidik menganalisis video tersebut dan melakukan “frame cutting” yaitu memotong frame wajah yang terlihat sempurna.

“Sempurna dimaksud semua unsur wajah kelihatan semua, syukur dapat menunjukkan tanda khusus. Lalu penyidik juga mencari video yang diduga pelaku misalnya ditanyakan TV yang dishare di youtube. Lakukan “Frame Cutting” pada posisi sama atau mendekati sama dengan foto hasil “frame cutting” video pertama. Baru dilakukan face recognition, untuk mengetahui tingkat kesamaannya,” jelas dia.

Kedua, penyidik menginvestigasi data dari pelaku NM, dan memintai keterangan video yang di “Re take”nya. “NM akan memberikan keterangan dimana video itu direkam, sumber video tersebut berada dan kapan waktu merekam dan ke mana dia memposting video “Re take” tersebut. Informasi tentang dimana video direkam, kapan membuat video tersebut dan kemana pelaku memposting itu sudah tersimpan dalam video tersebut. Tapi untuk menemukan barang bukti asal video tersebut perlu kerja ekstra keras,” imbuhnya.

Secara teknis, lanjut dia, face recorganition tidak mampu memperoleh kecocokan sampai mendekati 95 persen, artinya aplikasi tersebut tidak dapat menentukan pasti siapa perempuan dan laki-laki yang ada dalam video porno tersebut. “Dengan demikian, butuh keterangan saksi lain misalnya orang terdekat yang mengetahui lingkungan kamar tempat dilakukan adegan mesum tersebut. Saksi yang mengetahui kamar tersebut dapat menambah keyakinan penyidik dan alat bukti dalam menentukan siapa pelaku sebenarnya,” katanya.

Kasus ini akan menjadi kabur, apabila yang diduga mirip tidak mengakui dan tidak ada saksi yang mengetahui kondisi kamar atau tanda lain yang ada dalam video tersebut. Berdasarkan alat bukti yang ada, NM dapat disangkakan dengan UU ITE Pasal 27 ayat 1 tentang informasi asusila dan UU Pornografi Pasal 4 ayat 1. Sedangkan pelaku yang membuat video dalam media elektronik tersebut yang dapat dijerat dengan UU Pornografi Pasal 4 ayat 1.

“Namun yang perlu dicatat,  pelaku dalam video tersebut dapat dijerat dengan UU Pornografi jika ada dua alat bukti yang cukup. Maka uji digital forensik terhadap video ini menjadi sangat penting, untuk mengetahui video tersebut direkayasa atau tidak,” terangnya.

Dia menyayangkan, sejauh ini tidak sedikit masyarakat cenderung menuduh seseorang yang belum tentu terbukti. Apalagi belakangan ada pihak yang mendesak polisi untuk segera menahan yang diduga mirip. “Masyarakat juga jangan menuduh seseorang kalau belum terbukti dengan alat bukti yang cukup. Pelaku dalam video viral itu belum tentu Gisel,” katanya. (*)

 

 

editor: ricky fitriyanto