SEMARANG (jatengtoday.com) – Sebanyak 36 kelompok masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Bantu Rakyat (Kobar) menyatakan sikap penolakan atas rencana pemerintah pusat memberlakukan darurat sipil.
“Kami menuntut pemerintah segera mengeluarkan kebijakan karantina wilayah dengan menjamin pemenuhan kebutuhan hidup dasar masyarakat,” ungkap Koordinator Kobar, Cornel Gea dalam konferensi pers online, Selasa (31/3/2020) malam.
Menurutnya, virus corona (Covid-19) yang sedang mewabah di Indonesia sudah menginfeksi ribuan orang. Tingkat penyebaran yang tinggi dan arus mudik yang masih terus membeludak setelah aktivitas di kota perlahan mati membuat masyarakat menjadi panik.
Kepanikan masyarakat tersebut, katanya, diperparah akibat tidak adanya kebijakan yang jelas dari pemerintah untuk mencegah arus mudik dan kebijakan dalam pemenuhan kebutuhan dasar perantau yang pulang ke tempat asalnya.
Di beberapa daerah yang mulai didatangi pemudik, penduduk lokal mengeluh karena tidak ada pengawasan kepada pemudik yang baru datang.
“Mereka yang pulang kampung hanya didata, namun tidak dilakukan pengawasan pada saat isolasi diri dan tidak dilakukan rapid test atau pengecekan Covid-19,” ujar Cornel.
Kebijakan Darurat Sipil Tak Tepat
Di tengah tuntutan masyarakat agar diberlakukan karantina wilayah, pemerintah justru berencana mengeluarkan kebijakan darurat sipil. Padahal, katanya, kebijakan ini bisa menciptakan ketidakpastian hidup di kalangan warga.
Dia melanjutkan, kekhawatiran terhadap meningkatnya represivitas aparat dan pelanggaran demokrasi yang memaksakan kehendaknya pada masyarakat sipil akan menambah beban penderitaan.
“Kami memandang darurat sipil adalah upaya pemerintah untuk melepaskan tanggung jawabnya dalam pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Kebijakan ini lahir dari diagnosa yang salah,” kritik Cornel.
Oleh karena itu, pemerintah dipandang perlu menjamin pemenuhan kebutuhan dasar dan pemenuhan akses kesehatan untuk pengobatan. Bukan justru dihadapi dengan senjata dan pemberangusan demokrasi melalui darurat sipil.
Belajar dari resolusi konflik Aceh tahun 2003, ketika darurat sipil diberlakukan, pengendalian urusan sipil diserahkan di bawah kendali militer, kehidupan sosial Aceh menjadi
semakin tidak pasti.
“Kita tentu tidak menginginkan situasi ini kembali terulang justru ketika penanganan Covid-19 membutuhkan peran dari berbagai elemen masyarakat secara demokratis dan keterbukaan akses informasi sebagai prasyarat mutlak kecepatan penanganannya,” tandasnya.
Gabungan Kelompok Masyarakat
Kobar merupakan gabungan dari berbagai kelompok masyarakat. Mulai dari NGO/LSM, kelompok tani, nelayan, mahasiswa, dan komunitas.
Di antaranya YLBHI-LBH Semarang, KASBI, Pelita, Gusdurian Semarang, Pattiro, LRC-KJHAM Semarang, FNKSDA Semarang, Kristen Hijau, Yayasan Kalal Rembang, Yayasan Kembang Gula (Surakarta), dan KP2KKN Semarang.
Kemudian, Aliansi Masyarakat Taman Timur (Pemalang), YPK eLSA, PPSW Surokonto, Forum KUB Mina Agung Sejahtera, JM-PPK, Forum Paguyuban Petnai Kebumen Selatan, serta masih banyak yang lainnya.
Selain menuntut pemberlakuan karantina wilayah, Kobar juga meminta pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, kota dan desa untuk memaksimalkan realokasi anggaran dalam penanganan Covid-19 dan antisipasi krisis pangan.
Pihaknya juga menuntut agar pemerintah membuka informasi detail tentang sebaran kasus dengan tetap menjamin terlindunginya privasi korban. (*)
editor: ricky fitriyanto