Seorang dosen bertanya kepada saya, “Bagaimana agar para mahasiswa mengikuti apa yang saya ajarkan?”. Ia bercerita, kalau di kelas, para mahasiswa hanya 20% yang menyimak dan benar-benar mengikuti perkuliahan. Makalah mereka datar, tidak ada analisis baru, dan perkuliahan tidak menarik.
Sebenarnya, ini masalah “leadership” (kepemimpinan). Dan bukan hanya terjadi di dalam kelas.
Saya membangun “kelas berjalan”, lebih dari 30 tahun. Di mana ada saya, di situ ada pembelajaran. Yang membuat mereka mau belajar, sama sekali bukan karena kepintaran, bukan karena nama besar. Kamu tidak perlu itu di awal.
Apa rahasianya agar orang mengikuti kita?
Dalam “leadership” (kepemimpinan), kita tahu, beberapa hal tidak bisa dibeli, seperti: empati, tanggung jawab, pengalaman, kepercayaan, dll. Bisa dibilang, ini tidak bisa diajarkan. Hanya dengan keterlibatan, teladan, dan waktu yang lama, semua itu baru bisa terbentuk. Tanpa semua itu, tidak ada kepemimpinan.
Sebagian besar mahasiswa, menganggap “kelas” tidaklah menarik. Formalitas, pertemuan, dan membosankan. Mari kita melihat apa yang umumnya terjadi di kelas. Pertemuan. Penjelasan. Teori. Tanya jawab. Penugasan. Kembali ke pertemuan. Ini proses “looping” (pengulangan) dengan “routine” yang membosankan. Mahasiswa menghadapi lebih dari 10 kelas seperti itu, dalam 1 semester. Mahasiswa tidak tertarik, jika perkuliahan tidak membuka wawasan mereka. Jika apa yang di kelas sudah terjadi di buku dan browsing, tentu tidak menarik. Mereka bisa belajar sendiri.
Ada 3 faktor yang bisa membuat orang mengikuti apa yang kamu katakan.
Pertama, selesaikan pekerjaan rumah kamu. Menunjukkan tanggung jawab, itu nomor satu yang membuat orang percaya.
Tanggung jawab yang terselesaikan, memperlihatkan peran, reputasi, dan keahlian kamu.
Jika kamu seorang bendahara, misalnya, tidak akan didengarkan orang jika masalah keuangan yang menjadi tanggung jawab kamu tidak beres. Orang tidak melihat “gelar” kamu. Mereka mau membaca tulisan akademik (pada kasus dosen tadi) yang pernah ia tuliskan. Seberapa banyak? Bagaimana kualitasnya? Jika orang lain bisa mengakses, dan hasilnya bagus, reputasi kamu sudah duduk di kelas sebelum kamu datang. Orang percaya, kamu menyelesaikan pekerjaan rumah di profesi kamu.
Kedua, ajak mereka menyelesaikan masalah yang menghambat mereka.
Jika kamu ingin perubahan, buatlah perubahan itu “semakin mungkin”. Jika kamu ingin sekitarmu seperti yang kamu bayangkan, ubah sekitarmu.
Mengapa mereka tidak membaca buku? Karena tidak menemukan buku yang menarik, yang relevan dengan masalah mereka. Mereka tidak mengerti teknik membaca cepat, teknik menulis catatan yang membuat “selamanya saya ingat ini..”. Mereka tidak mengerti tentang prioritas, fokus energi. Singkatnya, masalah-masalah yang membuat mereka terhambat, perlu kamu selesaikan bersama, di awal kontrak.
Dalam kasus ini, para mahasiswa menulis makalah yang datar dan biasa saja.
Kita bisa bertanya, “Ada masalah dalam menulis makalah? Seperti apa referensi yang akan kamu sampaikan? Bagaimana cara kamu memproses informasi?”.
Suatu perkuliahan bukanlah transfer pengetahuan. Dan pengetahuan bukanlah informasi.
Definisi “kecerdasaan” terbaru, menurut para pakar neurosains, adalah “kemampuan mengatasi masalah-masalah yang belum pernah mereka temui”. Menghafal, membuka berita, copas dari Google, itu tidak masuk kategori cerdas.
Ada banyak hal yang bisa kita ubah, agar lingkungan dan pikiran mahasiswa menjadi terkondisikan. Kita tidak bisa mengharapkan pemikiran kritis, jika tidak pernah membiarkan mereka bebas bicara. Kita tidak bisa menunggu temuan baru di lapangan, jika hanya membaca referensi yang itu-itu saja. Kita tidak bisa mengharapkan mereka meneliti sendiri, jika tidak tertanam “passion” untuk menyukai bidang yang mereka teliti.
Perkuliahan sering menjadi tempat di mana “disonansi kognitif” terjadi. Bilang bebas berpendapat, tetapi pilihan pendapat sudah ditentukan. Disonansi kognitif terjadi ketika pengetahuan dan tindakan, tidak sejalan. Meyakini A, berpendapat B. Harapan dan realitas terlalu jauh. Ini terjadi karana: ada informasi baru yang mengubah permainan, paksaan keadaan, dan tekanan orang lain.
Menilai berdasarkan penugasan, itu baik. Menyelami masalah yang terjadi sebelum memberi penugasan, itu lebih baik. Ketahui apa masalah mereka, kemudian berikan bantuan agar mereka bisa mengerjakan tugas.
Ketiga, berikan project. Libatkan dalam kerja bersama. Berikan teladan, tunjukkan bagaimana kamu punya kompetensi.
Jendral yang memberikan perintah perang, dan jendral yang berada di tengah peperangan untuk memimpin pasukan, memiliki “moral” yang berbeda di mata pasukan.
Konsep perkuliahan berdasarkan “project”, tidak sama dengan perkuliahan kognitif. Project menuntut tujuan jangka panjang, bisa terlihat hasilnya, dan mengerti bagaimana “menyelesaikan” sesuatu, bukan bagaimana “menjelaskan” sesuatu.
Misalnya, kamu akan mengajarkan “dark psychology“. Ini berkaitan dengan brainwashing, manipulasi, hipnosis, gaslighting, dll. Kita membuat project yang bisa kita pakai untuk menilai bahwa mahasiswa bukan sekadar “mengetahui” (to know) apa itu “dark psychology“. Mereka “memahami” (to understand). Jangan dalam bentuk makalah.
Buatlah project, misalnya: “Melihat penerapan dark psychology dalam Channel YouTube A”. Nilai pemikiran mereka menjadi relevan. Mereka menceritakan “pengetahuan” (dalam contoh ini, “dark psychology“) dalam bentuk aktual. Mereka bisa menerapkan teori, menemukan hal baru, dan praktik langsung.
Contoh project lain, misalnya, melihat penerapan “kekerasan simbolik” di Media X. Mereka akan melihat bagaimana media sering melakukan kekerasan simbolik. Dengan cara seperti ini, mahasiswa meneliti langsung, bukan merangkum materi dan menyortir referensi dengan bantuan AI.
Project lebih terasa hasilnya, menyenangkan dikerjakan, dan nilai-nilai pengetahuan menjadi sangat relevan dengan kondisi kehidupan mahasiswa.
Bukan hanya di dalam kelas. Ketiga faktor di atas, berlaku untuk “leadership” (kepemimpinan). Ini bisa diterapkan dalam kelas, organisasi, bisnis, konflik, campaign, dll.
Actionable:
Agar orang mengikuti kamu, lakukan ini:
- Selesaikan pekerjaanmu, kerjakan tanggung jawab kamu.
- Ubah sekitarmu, kondisikan untuk “semakin mungkin”.
- Ajak mereka terlibat dalam project bersama, bukan sekadar penugasan. [dm]