in

3.143 Anak di Semarang Kekurangan Gizi, Tersebar di 25 Kelurahan

SEMARANG (jatengtoday.com) – Meski menyandang smart city, Kota Semarang hingga saat ini masih berhadapan dengan fenomena anak kekurangan gizi kronis atau stunting.

Bahkan selama tiga tahun terakhir terus terjadi kenaikan. Pada 2020, tercatat sebanyak 3.143 dari total 100.446 anak di Kota Semarang, atau 3,13 persen mengalami stunting. Angka tersebut mengalami kenaikan, pada 2019 tercatat ada 2.759 anak dari total 107.071 anak, atau 2,57 persen. Sebelumnya pada 2018, kasus stunting di Kota Semarang mencapai 2,5 persen. 

Akibat dari kekurangan gizi dalam waktu lama, ribuan anak tersebut dalam kondisi tidak sehat, terutama pertumbuhan tubuh dan otak terganggu.
“Mereka tersebar di 25 kelurahan. Terbanyak ditemukan kasus stunting di Kelurahan Polaman. Sedangkan untuk level Kecamatan, Semarang Utara terbanyak kasus stunting,” kata Kepala Bappeda Kota Semarang, Bunyamin, dalam acara diskusi atau rembug stunting di Hotel Oak Tree, Selasa (25/5/2021).
Masih banyaknya kasus stunting ini, kata dia, menjadi PR yang harus ditangani. Bahkan permasalahan kasus stunting ini merupakan program prioritas nasional.

“Kami akan mengidentifikasi mengapa wilayah-wilayah tersebut terjadi kasus stunting. Kami akan melakukan pemetaan  apa saja kebutuhan di setiap wilayah untuk penanganan kasus stunting,” katanya.

Menurutnya, penanganan stunting tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Tetapi harus dilakukan secara bertahap. “Sebagaimana tugas Bappeda, kami akan komunikasi dan sinergi dengan OPD terkait. Baik dengan Dinkes, Disdalduk, DP2A, Disdik, hingga Perkim,” ujarnya.

Wakil Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan, jumlah kasus stunting ini cukup besar. “Kami akan bedah, permasalahan 25 kelurahan tersebut mengapa banyak terjadi kasus stunting. Setelah diketahui penyebabnya, kemudian dilakukan penanganan khusus,” katanya.

Menurutnya, kasus pernikahan dini selama ini juga menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan terjadinya stunting. Apalagi apabila pasangan tersebut minim pengetahuan maupun kepedulian mengenai kesehatan saat sedangkan hamil dan perawatan bayi.

“Stunting harus bisa dicegah atau diminimalisasi,” katanya.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Mochamad Abdul Hakam mengatakan, penanganan stunting tidak cukup hanya ketika bayi lahir, melainkan mulai dari calon pengantin. 

“Agar kelak sudah berkeluarga dan istri hamil, memahami bagaimana menjaga kesehatan, melahirkan, hingga mengerti bagaimana menjaga kesehatan dan pola asuh anak,” katanya. 

Sebab, selama 1.000 hari sejak bayi lahir, orang tua harus menjamin gizi anak termasuk memantau pertumbuhannya. “Apalagi kalau suami istri bekerja, harus memastikan pengasuh anak dikontrol dan memahami pola asuh anak,” terang dia. (*)

 

editor: ricky fitriyanto